bayyinaat

Published time: 26 ,February ,2018      10:32:08
Membacakan Alquran dan memintakan ampunan jelas merupakan perbuatan baik dan terpuji.
Berita ID: 110

Pertanyaan

Saya adalah seorang mualaf. Ibu saya meninggal tujuh tahun yang lalu. Beliau adalah seorang Katolik. Setahu saya, beliau mengimani Tuhan dan Isa al-Masih. Beliau beribadah dan berdoa menurut ajaran Katolik. Sebagai seorang Muslim, apa yang dapat saya lakukan untuknya? Karena menurut yang saya dengar, membaca Alquran untuk non-Muslim yang telah meninggal itu tidak layak dilakukan, apakah hal tersebut benar? Apa yang dapat saya lakukan untuk menolongnya di alam kubur?

Jawaban

Cinta dan kasih sayang anda kepada mendiang ibu anda itu sangat terpuji. Kami doakan semoga Allah swt merahmatinya.

Allah swt berfirman:

"Tidak sepatutnya bagi nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum kerabat (mereka), sesudah jelas bagi mereka bahwasanya orang-orang musyrik itu adalah penghuni neraka.” [i]

Sebagaimana yang dijelaskan dalam ayat di atas, kita dilarang memintakan ampun hanya bagi orang-orang musyrik, yaitu orang-orang yang sudah pasti menjadi penghuni neraka. Karenanya, tidak diragukan lagi bahwa anda dapat memintakan ampun kepada Allah swt bagi ibu yang menurut cerita anda, ia adalah seorang Katolik yang taat menjalankan ajaran agamanya. Untuk itu anda dapat melakukan amalan-amalan tertentu layaknya anda memintakan ampunan untuk seorang Muslim, termasuk membaca Alquran dan salat.

Perlu diingat bahwa non-Muslim yang telah mengetahui kebenaran agama Islam namun dia menentang dan tetap memeluk agamanya, di akhirat dia akan menanggung akibatnya. Adapun non-Muslim yang di dunia ini belum mampu menemukan kebenaran dengan alasan yang dapat diterima, secara istilah orang ini disebut kaum yang lemah akalnya,[ii] bila mereka di dunia menjalankan kewajibannya, maka di akhirat akan mendapat magfirah dan ampunan dari Allah swt. Hal tersebut dijelaskan di dalam Alquran surah al-Nisa’: 98.

Berkenaan dengan ayat tersebut Allamah Thabathabai di dalam Tafsir al-Mizan menjelaskan:

Arti ayat tersebut itu jelas. Namun poin yang perlu diperhatikan adalah, setelah menjelaskan sebab permintaan ampun dari Ibrahim as untuk ayahnya, pada ayat berikutnya disebutkan: "Maka tatkala jelas bagi Ibrahim bahwa ia adalah musuh Allah, maka Ibrahim berlepas diri darinya.” Dengan penjelasan ini menjadi terang bahwa orang-orang musyrik adalah musuh Allah swt dan penghuni neraka, sehingga mereka tidak boleh dimintakan ampun. Ini persis seperti yang disampaikan pada ayat tersebut. Setelah Nabi Muhammad saw dan pengikutnya memahami makna tersebut, mereka harus sadar bahwa memintakan ampun bagi orang-orang musyrik itu dilarang sebab merupakan hal yang sia-sia. Iman kita melarang seorang hamba bermaian-main dan berbuat sesuatu yang sia-sia di hadapan Allah Yang Maha Agung.

Karena hanya ada dua kemungkinan, pertama; Allah swt murka dan memusuhi hamba-Nya karena dosa yang dilakukan. Kedua; ada hamba yang memang sengaja memusuhi Allah swt. Jika asumsinya adalah Allah swt memusuhi hamba-Nya sedangkan hamba tersebut tidak memusuhinya, bahkan bersikap tunduk di hadapan-Nya, maka atas keluasan rahmat-Nya, orang lain dapat memintakan ampunan dan kasih kepada Allah swt untuknya.

Namun jika seorang hamba sengaja bermusuhan dengan Allah swt, sebagaimana orang-orang musyrik, terlebih jika mereka congkak di hadapan-Nya, maka secara akal jelas mereka tidak layak mendapat ampunan dan syafaat. Kecuali bila hamba tersebut melenyapkan kecongkakannya dan bertaubat kepada Allah swt, merendah di hadapan-Nya, dan merasa butuh kepada-Nya. Kalau tidak demikian apa gunanya kita memintakan maaf dan ampunan kepada Allah swt untuk orang yang sama sekali tidak meyakini rahmat dan pengampunan serta enggan menghamba kepada-Nya.

Jika kita masih memintakan ampun dan syafaat untuk orang seperti itu, artinya kita sedang melecehkan dan mempermainkan keduduan Allah swt sebagai Dzat Pemelihara dan Dzat yang paling layak disembah. Secara fitrah hal itu adalah perbuatan tidak terpuji dan dilarang.

Allah swt menyampaikan larangan dengan ungkapan "tidak patut”, Dia berfirman:

ما كانَ لِلنَّبِيِّ وَ الَّذينَ آمَنُوا

Artinya, tidak sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun bagi orang-orang musyrik sesudah jelas bagi mereka bahwasanya…, dalam tafsir ayat ما كانَ لِلْمُشْرِكينَ أَنْ يَعْمُرُوا مَساجِدَ اللهِ (orang-orang musyrik itu tidak berhak memakmurkan masjid-masjid Allah, QS. al-Taubah: 17) telah kami jelaskan bahwa hukum boleh dalam syariat itu muncul setelah adanya hak.

Karena itu, arti ayat di atas adalah sebagai berikut: Rasulullah saw dan orang-orang yang beriman setelah dijelaskan oleh Allah swt bahwa orang-orang musyrik adalah musuh Allah dan penghuni neraka abadi. Rasulullah dan orang-orang yang beriman tidak lagi berhak memintakan ampun untuk mereka walaupun mereka adalah kerabat sendiri. Ibrahim as memintakan ampunan untuk pamannya yang musyrik itu karena mulanya ia menyangka dia tidak memusuhi Allah swt. Apalagi Ibrahim as telah berjanji untuk memintakan ampun untuknya. Namun ketika Ibrahim as mengetahui bahwa dia itu musuh Allah swt dan tetap dalam kemusyrikan dan kesesatan, Ibrahim as pun berlepas diri darinya.[iii]

Dengan berdalil ayat:

لا يَنْهاكُمُ اللهُ عَنِ الَّذينَ لَمْ يُقاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُمْ مِنْ دِيارِكُمْ أَنْ تَبَرُّوهُمْ وَ تُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ إِنَّ اللهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطينَ

"Allah tidak melarang kalian untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tidak memerangi kalian karena agama dan tidak (pula) mengusir kalian dari negeri kalian. Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil,[iv] dapat disimpulkan, Anda dapat membacakan Alquran dan memintakan ampun untuk ibu Anda. Karena, pertama; Alquran menyampaikan bahwa Allah swt tidak melarang kalian untuk berbuat baik terhadap orang-orang yang tidak memerangi kalian. Kedua; membacakan Alquran dan memintakan ampunan jelas merupakan perbuatan baik dan terpuji.



[i] Surah al-Taubah: 113.

[ii] Lihat: Kitab ‘Adl Ilahi, Syahid Muthahari.

[iii] Terjemah al-Mizan, jld. 9, hal. 540-541.

[iv] Surah al-Mumtahanah: 8.

komentar Pemirsa
Nama:
Email:
* Pendapat: