bayyinaat

Published time: 05 ,March ,2018      21:26:23
Ummul Banin sa selalu bertanya: Apa yang terjadi dengan Husainnya Fatimah sa? Setelah menerima kabar tentang kesyahidan putra-putranya, ia berkata, semoga mereka semua berkorban demi membela al-Husain as. Demikian yang didapat Sayidah Zainab sa dari Ummul Banin sa ketika mengunjungi dan menyampaikan belasungkawa atas kesyahidan putra-putranya.
Berita ID: 111

Sejak masa jahiliyah hingga munculnya Islam, masyarakat umum memandang bahwa perempuan adalah kaum yang rendah.[i] Namun Islam mematahkan hal tersebut dan menganugerahkan kedudukan sejati kepada perempuan. Pandangan Rasulullah saw tentang perempuan dan penjelasan beliau terkait kedudukannya di masyarakat sangat berbeda dengan seluruh pandangan saat itu. Hal itu karena pandangan Rasulullah saw adalah pandangan Allah swt yang diwahyukan kepadanya. Dengannya beliau membangun masyarakat modern.

Rasulullah saw merenovasi fondasi pendidikan masyarakat melalui perempuan dan peran agung mereka. Karenanya, dalam hal yang sangat mendasar ini masyarakat Islami berbeda dengan masyarakat lain. Dalam pandangan kenabian, yaitu pandangan Islam, peran terpenting dalam mendidik manusia diserahkan kepada perempuan. Perempuanlah yang mendidik manusia sehingga menjadi sosok yang mumpuni, pejuang, ilmuwan, cakap, kompeten, dan pemimpin tangguh dan layak dalam mengatur perkara politik, sosial, budaya, dan militer.

Kita perlu mengetahui tiga sendi penting (politik, sosial, budaya) berkenaan dengan pengelolaan masyarakat dalam pendidikan para ibu. Sebab, kepribadian manusia itu terbentuk di dalam pelukan dan naungan kasih sayang ibu. Dengan itu, mereka kemudian tumbuh dan mengembangkan karakter masing-masing. Berkat ajaran Islam, sejak masa awal Islam hingga sekarang, di antara umat Islam terdapat banyak sosok perempuan yang metode dan langkah hidupnya banyak menginspirasi, bukan hanya bagi perempuan namun juga bagi laki-laki.

Alquran menjelaskan, perempuan juga dapat mencapai puncak spiritual sebagaimana laki-laki.[ii] Hal ini tentu merubah pandangan jahiliah terhadap perempuan. Karena itu, banyak perempuan dalam sejarah terbukti menyumbangkan peran penting. Dalam kebangkitan Imam Husain as, baik sesudah maupun sebelum peristiwa, para perempuan memegang peran penting. Misalnya, Sayidah Zainab sa, Rabab istri Imam Husain as dan sebagian istri beliau lainnya, istri Zuhair, Ummu Wahab, dan lainnya.

Panutan para perempuan hebat tersebut adalah sayidah Zainab al-Kubra sa. Ia selalu berperan aktif dari awal kebangkitan sampai masa setelahnya dalam menjaga nilai-nilai perjuangan Imam as. Peran mereka tidak pernah pudar hingga zaman kita sekarang. Jika masalah terkait peran wanita dianalisa dengan baik, maka akan menghasilkan rangkuman tulisan sekelas disertasi doktor. Misalnya analisa tentang peran wanita dalam kebangkitan Asyura.

Peran Ibu dalam Kebahagiaan Anak

Dalam sejarah Islam, Ummul Banin sa adalah salah satu perempuan cemerlang sekaligus sebagai simbol pengorbanan, kesetiaan, dan cinta kepada Ahlulbait as. ‘Ummul banin’ berarti ibu dari beberapa anak laki-laki. Itu adalah nama panggilan bagi perempuan di kalangan Arab. Sehingga pada dasarnya, setiap perempuan yang memiliki beberapa anak dipanggil dengan sebutan ‘ummul banin’.

Ummul Banin adalah perempuan yang berhasil mendidik anak-anaknya. Untuk dapat memberikan didikan yang benar dan sesuai dengan ajaran Islam, ia tinggal di rumah Imam Ali as. Ia adalah panutan dalam hal kesetiaan, norma adab, keberanian, kedermawan, iman, dan lainnya. Ummul Banin sa adalah ibu dari Abbas, seorang pemuda setia yang menghadap ke hadirat Allah swt dalam keadaan haus. Dialah Abbas yang namanya selalu menyejukkan hati para urafa dan ahli tahajud. Ia senantiasa mencerahkan benak kaum mukmin untuk mencintai Allah swt dengan berkorban demi saudara tercintanya, al-Husain as di Karbala. Abbas adalah simbol pengorbanan tulus di jalan Allah swt. Kesetiaan yang dipersembahkan Abbas yang dibarengi dengan iman terhadap imamah dan wilayah (kepemimpinan dan kekuasaan manusia maksum) sungguh tanpa tanding. Karena itu pelajaran kesetiaan dan pemahaman arti setia dan cinta harus dipelajari dari kecintaan Abbas terhadap kekasih dan pemimpinnya.

Nama asli Ummul Banin adalah Fatimah. Ia dikenal dengan panggilan Ummul Banin.[iii] Ia adalah putri Hizam bin Khalid bin Rabiah bin Amir (dan Habl) bin Kilab bin Rabiah bin Amir bin Sha’sha’ah. Ibunya bernama Tsamamah (Laili) putri Suhail bin Amir bin Malik bin Jakfar bin Kilab.[iv] Pamannya yang bernama Lubaid, salah seorang penyair besar senior yang hidup hingga usia 140 tahun, bahkan lebih. Sang paman sempat mengalami era munculnya Islam kemudian dan masuk Islam. Dia termasuk kaum Muhajirin. Pada masa kekhalifahan Umar dia pergi ke Kufah dan meninggal di masa kekhalifahan Muawiyah. Dia adalah seorang penyair di era jahiliah yang memiliki banyak kasidah dan syair.[v]

Ummul Banin berasal dari kabilah Bani Kilab. Para leluhurnya termasuk kalangan Arab heroik yang andil dalam berbagai pertempuran antara Arab dan Persia.[vi]

Tidak banyak catatan sejarah yang menjelaskan tentang masa kecil dan remajanya. Namun sejak menikah dengan Amirul Mukminin Ali as namanya banyak tertera di berbagai referensi. Setelah wafatnya Sayidah Fatimah sa di tahun 11 H, Imam Ali as menyampaikan kepada Aqil, saudaranya yang pakar di bidang nasab: carikan aku perempuan dari keluarga heroik Arab supaya kelak melahirkan anak-anak yang pemberani, tangguh, dan petarung untukku.

Kenapa Ummul Banin Sa?

Aqil adalah pakar di bidang nasab dan keluarga berbagai kabilah, termasuk kriteria dan seluk-beluk mereka. Ia mengenalkan keluarga Ummul Banin[vii] kepada Imam Ali as. Ia menyampaikan, di kalangan Arab saya tidak mendapatkan keluarga yang lebih pemberani dan tangguh dibanding leluhurnya. Imam Ali as pun menikah dengannya.[viii] Setelah menikah dengan Imam Ali as, Ummul Banin tinggal di rumah yang pernah dihuni oleh sosok perempuan suci, Sayidah Fatimah as. Di sana ada anak-anak yang pernah beliau didik yaitu, Hasan, Husain, Zainab, dan Ummu Kulsum. Sebagai perempuan yang terdidik dan dari keluarga beradab, Ummul Banin tahu dan paham betul bagaimana keluarga barunya itu. Perilaku dan akhlak mulianya mencerminkan kecintaanya kepada Ahlulbait as. Sesaat setelah menjadi istri Amirul Mukminin Ali as, suatu ketika al-Hasan dan al-Husain as sakit. Dengan penuh cinta dan kasih ia menjaga dan merawat mereka sebagaimana anaknya sendiri.[ix]

Di rumah Imam Ali as Ummul Banin menganggap dirinya sebagai hamba sahaya bagi anak-anak sayidah Fatimah sa. Dengan rendah hati ia tinggal dan berkhidmat di rumah Imam Ali as. Di keluarga tersebut ia kemudian juga melahirkan beberapa anak. Ia terinspirasi sayidah Fatimah sa dalam mendidik anak-anaknya. Didikannya berhasil menjadikan anak-anaknya sangat patuh dan menghormati anak-anak sayidah Fatimah sa. Mereka bahkan memanggil anak-anak sayidah Fatimah sa dengan sebutan sayyidi (tuanku) dan pemimpinku. Karenanya, setelah kesyahidan Imam Ali as dan naiknya al-Hasan as sebagai imam, anak-anak Ummul Banin tetap setia dan patuh kepada imam yang sah itu.

Abbas adalah seorang pemuda yang gagah, tegap, terkenal santun di kalangan pemuda Bani Hasyim, pemberani dan memiliki pesona yang jarang tertandingi. Ia selalu patuh kepada saudara-saudaranya. Saat Imam Hasan as mengadakan perdamaian dengan musuh, ia pun patuh sepenuhnya kepadanya. Sang ibu berhasil mendidik dan mengajarinya hingga ia sama sekali tidak pernah berharap mendapat kedudukan. Setelah kesyahidan Imam Hasan as ia tunduk kepada Imam Husain as. Ia menyertai dan berjuang membela saudaranya, al-Husain as di Karbala. Segala kesantunan, ketaatan, dan ketundukan kepada imam yang dimilikinya adalah hasil dari air susu dan didikan seorang ibu yang merdeka dan setia.

Ketika Imam Husain as hendak meninggalkan Madinah, di antara penolong setia yang mengikutinya adalah empat putra Ummul Banin. Dengan ketajaman pikiran, mereka memilih mengikuti langkah imamnya. Empat putra pemberani tersebut adalah Abbas (Abul Fadhl), Abdullah, Jakfar, dan Utsman. Mereka semua turut berjuang di barisan Sayidus Syuhada al-Husain as hingga gugur syahid di Karbala.[x]

Dalam sejarah Islam, Ummul Banin adalah salah seorang wanita yang rela mengorbankan seluruh jiwanya, yaitu keempat buah hatinya, untuk berjuang di jalan Allah swt bersama imam zamannya. Makrifatnya begitu tingga hingga ia mampu mengenal siapa imamnya dan mengerti tuntutan zaman. Karena itu ia merelakan keempat putranya untuk menyertai sang imam. Ia sama sekali tidak meminta salah satu dari mereka supaya tinggal menemaninya, seluruhnya ia utus demi mentaati dan menyertai imam untuk berjihad di jalan Allah swt.

Ketika mendengar kabar tentang tragedi Karbala, Ummul Banin selalu bertanya, apa yang terjadi dengan Husainnya Fatimah? Setelah tragedi Karbala dan menerima kabar kesyahidan keempat putranya, perempuan tangguh ini tetap tegar bagai gunung kokoh, sama sekali tidak menampakkan kegundahan. Ia malah berkata, semoga mereka semua berkorban demi membela al-Husain as. Hal ini adalah cerminan dari puncak keikhlasannya kepada Ahlulbait as, khususnya Imam Husain as. Selain itu, di antara kedudukan yang ia miliki adalah, saat di Madinah ketika Sayidah Zainab sa sendiri yang langsung menemuinya untuk menyampaikan belasungkawa atas kesyahidan putra-putranya.[xi]

Ummul Banin dikenal sebagai seorang sastrawan dan penyair fasih, terkemuka dan cakap. Ia lantunkan banyak syair dan kasidah tentang Imam Husain as, para syuhada Karbala, dan keempat putranya yang gugur di Karbala. Kabarnya, setelah terjadi tragedi Karbala ia pergi ke pemakaman Baqi. Di sana ia menangis dan malantunkan kidung kesedihan untuk mengenang apa yang dialami al-Husain as, para pengikutnya, Abbas dan putra-putranya yang lain. Itu merupakan bentuk protes terhadap kondisi politik dan sosial sekaligus menjaga misi perjuangan di Karbala. Diriwayatkan, Marwan bin Hakam, gubernur Madinah pernah rindu dengan syair yang menyayat hati gubahan Ummul Banin.

Syair Ummul Banin Sa tentang Kesyahidan Pemegang Panji Karbala

Ummul Banin sa memiliki syair yang indah tentang tragedi Karbala dan keempat putra perkasanya:

"Jangan lagi cantumkan nama Ummul Banin pada diriku (ibu dari empat putra: Abbas, Abdullah, Jakfar, dan Utsman), jangan anggap lagi aku ibunya para singa pemburu, karena adanya anak-anak panggilan Ummul Banin ditujukan padaku, kini ku sambut pagi tanpa lagi ada seorang anak di sisiku…” Usia putra-putra Ummul Banin yang gugur syahid di Karbala adalah sebagai berikut: Abbas 34, Abdullah 25, Utsman 21, dan Jakfar 19 tahun.[xii]

Ia bersyair tentang putra sulungnya, Abbas: Wahai yang menyaksikan Abbas, ia menyerang manusia-manusia ‘lemah’, di belakangnya ada para petarung putra-putra Ali Haidar as, mereka semua sangatlah tangguh dan kuat.[xiii]

Singkatnya, Ummul Banin adalah putri Hizam dan Tsamamah binti Suhail dari kabilah Bani Kilab. Tidak ada kabar yang jelas tentang masa kecil dan mudanya. Ia menikah dengan Amirul Mukminin as dan melahirkan empat anak laki-laki yang diberi nama: Abbas, Abdullah, Utsman, dan Jakfar. Mereka semua gugur syahid dalam membela Imam Husain as. Ummul Banin menciptakan syair dan kasidah tentang kesyahidan mereka. Ia wafat tahun 70 H.[xiv]

Pelajaran yang Dapat Dipetik dari Ummul Banin

1. Mendidik anak dengan benar berdasarkan ajaran Ahlulbait as.

2. Memiliki banyak anak dan mengasuhnya dengan baik. Memiliki banyak anak itu sendiri, sudah merupakan sebuah keutamaan. Karena syarat utama Amirul Mukminin as ketika menikah dengan Ummul Banin adalah memiliki banyak anak. Saat ini para perempuan tidak perlu khawatir memiliki banyak anak. Hendaknya mereka memiliki banyak anak dan mendidiknya untuk menjadi generasi penolong imam zamannya.

3. Mendidik anak agar menjadi pengikut imam zamannya.

4. Mempraktikkan pelajaran kesetiaan kepada suami, memahami kedudukannya, taat kepadanya, mengutamakan urusan rumah tangga, dan mendidik anak supaya menjadi pribadi yang tangguh.

5. Mengajarkan kepada anak agar cinta agama dan rela berkorban demi kebenaran serta membentuk karakter dengan cinta dan mengikuti Ahlulbait as.

6. Mendidik anak agar sudi berkorban demi agama.

7. Teguh dan sabar dalam menjalankan ajaran Allah swt. Setelah kesyahidan putra-putranya, pertama yang dilakukan Ummul Banin adalah berduka untuk Imam Husain as baru kemudian untuk Abbas dan putra-putranya yang lain.

Semoga Allah swt senantiasa mencurahkan rahmat-Nya bagi Ummul Banin dan putra-putranya.



[i] Lihat: Tarikh-e Tamadon, Will Durant, jld. 1.

[ii] Qs. Mulk: 3-4, al-Taubah: 71, al-Rum: 30.

[iii] Nu’man bin Muhamad al-Tamimi al-Magribi, Syarh al-Akhbar, jld. 3, Nasyr Islami, Qom, hal. 182.

[iv] Abu al-Faraj Isfahani, Maqatil al-Thalibin, cet. II, Darul Kitab, Qom, hal. 53.

[v] Ali Namazi, Mustadrak al-Safinah al-Bihar, jld. 9, cet. 1419 H, Nasyr Islami, Qom, hal. 217.

[vi] Abdurrazzaq Musawi Muqadam, al-Abbas, hal. 130.

[vii] Syaikh Mufid, al-Irsyad, cet. III, 1373, Islamiah, jld. 1, hal. 342.

[viii] Sayid Musthafa Husaini Dasyti, Ma’arif wa Ma’arif, hld. 1, cet. I, 1385, Tehran, Arayeh, hal. 869.

[ix] Al-Abbas, ibid.

[x] Syaikh Mufid, al-Irsyad, jld. 1, Darul Mufid, hal. 254.

[xi] Di bawah pengawasan Muhamad Kadhim Musawi, Daereh-e Maaref-e Bozorge Islami, jld. 1, cet I, Tehran, 1380, pusat Daereh-e Maaref-e Bozorge Islami, hal. 186.

[xii] Lihat: Jawad Muhaddisi, Farhangge Asyura.

[xiii] Muhsin Amin, A’yan al-Syiah, jld. 8, Bairut, Dar al-Ta’aruf Li al-Mathbuat, 1403 H, hal. 389.

[xiv] Zuhrah Yazdan Panah, Zanane Asyurai, cet I, Tehran, Helal, 1383, hal. 151.

komentar Pemirsa
Nama:
Email:
* Pendapat: