bayyinaat

Published time: 28 ,August ,2018      09:32:57
Bagian Kedua:
Hadis ini merupakan paling besarnya saksi akan keutamaan dan fadilah Amirul Mukminin Ali as atas semua para sahabat Rasul saw.
Berita ID: 130


Para Pemuka Ahlusunah

Ahmad bin Hanbal al-Syaibani, Ibnu Hajar Al-Asqalani, Juzri Syafi’i, Abu Said Sajistani, Amir Muhammad Yamani, Nasai, Abu Al-Ala’ Hamidani, Abu Al-Irfan Haban menukilkan hadis ini dengan sanad yang sangat banyak[1].

Begitu juga halnya dengan ulama Syiah banyak sekali menulis kitab berkenaan dengan peristiwa ini dan dengan mengisyaratkan sumber-sumber penting kitab Ahlusunah dimana paling lengkapnya kitab sejarah (dalam masalah Ghadir) adalah kitab Al-Ghadir dimana ditulis oleh ulama terkemuka yang sangat fak dalam bidang ini, beliau adalah Allamah Mujahid Ayatullah Amini.

Ala kulli hal, Rasulullah saw setelah mengangkat Amirul Mukminin Ali as sebagai penggantinya, beliau bersabda: Hai masyarakat! Sekarang ini malaikat pembawa wahyu telah turun kepadaku dan membawakan ayat ini

الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دينَكُمْ وَ أَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتي‏ وَ رَضيتُ لَكُمُ الْإِسْلامَ ديناً

"Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu[2].

Seketika itu juga suara takbir Rasul saw meninggi dan bersabda: "Puji syukur kepada Allah yang mana telah menyempurnakan agama-Nya dan telah menyempurnakan Nikmat-Nya dan meridhai kewashian dan penggantian Ali setelahku.”

Lalu Rasulullah saw turun dari ketinggian tersebut dan berkata kepada Ali (as): "Duduklah di bawah tenda, sehingga para pembesar dan orang-orang terkemuka Islam berbaiat kepadamu dan mengucapkan selamat.”

Sebelum dari mereka semua, Syaikhain (Umar dan Abu Bakar) telah mengucapkan selamat kepada Ali (as) dan mereka mengatakan dia (Ali as) sebagai maulanya!!.

Hasan bin Tsabit tidak menyia-nyiakan kesempatan ini, dengan meminta izin dari Rasulullah saw, diapun melantunkan syair dan membacakannya di hadapan Rasul saw, dimana kami hanya menukilkan dua bait saja di sini yang sangat menarik:

فقال له قم یا علیّ فإنِنی * رضیتک من بعدی اماماً و هادیاً

فمن کنت مولاه فهذا و لیّه * فکونوا اتباع صدق موالیاً

"Berkata kepada Ali (as): berdirilah hai Ali, sesungguhnya aku * Meridhaimu sebagai imam dan hadi(petunjuk) setelahku

Barang siapa yang aku adalah maulanya maka ini (Ali as) adalah maulanya * Dan kalian jadilah para pengikut yang mencintainya dari kedalaman hati[3].

Hadis ini merupakan paling besarnya saksi akan keutamaan dan fadilah Amirul Mukminin Ali as atas semua para sahabat Rasul saw.

Sampai-sampai maula Amirul Mukminin Ali, dalam majelis syura –yang terbentuk setelah meniggalnya Khalifah kedua-[4] dan juga di masa kekhilafahan Ustman bin Affan dan dalam kekhilafahan beliau sendiri, berargumentasi dengan hadis ini[5].

Tidak hanya ini saja, orang-orang terkemuka seperti Sayidah Fatimah Az-Zahra sa selalu berargumentasi dengan hadis ini di hadapan lawan-lawan dan para pengingkar makam tinggi wilayah Amirul Mukminin Ali as[6].

Siapakah yang Dimaksudkan dari Maula?

Masalah yang sangat penting di sini adalah tafsiran makna Maula yang mana sebenarnya sudah sangat jelas sekali, namun tidak diindahkan oleh mereka. Karena dengan apa yang telah disebutkan maka seharusnya sudah tidak ada keraguan dan kebimbangan lagi akan kebenaran sanad hadis ini.

Dengan demikian, para pembangkang berusaha menciptakan kebimbangan dan keraguan dalam mafhum dan makna hadis tersebut, terlebih-lebih kata Maula, dimana itupun juga tidak ada yang menyetujuinya.

Dengan jelas, harus dikatakan bahwasanya kata Maula dalam hadis ini, bahkan dalam kebanyakan tempat, hanya mempunyai satu makna saja, tidak lebih. Dan itu adalah lebih didahulukan dan kelayakan dan dengan ibarat lain adalah pemimpin dan Alquran dalam beberapa tempat juga mengartikan kata Maula dengan arti pemimpin dan aulawiyah (lebih didahulukan).

Dalam Alquran al-Karim, terdapat 18 kata Maula dimana 10 darinya berkenaan dengan Allah swt. Dan jelas kewalian Allah swt berartikan aulawiyah dan kepemimpinan Allah swt dan hanya dalam beberapa tempat saja dan jarang sekali kata Maula berartikan seorang teman.

Dengan demikian, tidak perlu lagi diragukan, dimana kata Aula dalam derajat yang pertama berartikan lebih didahulukan dan lebih layak dan dalam hadis Ghadir juga diartikan dengan arti ini. Di samping itu juga banyak bukti dan tanda-tanda yang tidak sedikit jumlahnya yang dengan jelas menunjukkan bahwasanya yang dimaksudkan di sini adalah keterutamaan dan kepemimpinan.

Bukti Kebenaran Klaim Ini

Anggaplah semisalnya muala memiliki arti yang banyak, namun indikasi dan bukti yang banyak dalam hadis Ghadir dan peristiwa besar bersejarah ini menghilangkan segala keraguan dan kebimbangan yang ada dan dengan keseluruhannya telah menyempurnakan hujjah:

Bukti Pertama:

Sebagaimana yang telah saya tuturkan sebelumnya, di hari peristiwa Ghadir, Hasan bin Tsabit, penyair ulung Rasulullah saw, dengan seizin dari beliau saw dia pun berdiri dan menuangkan kandungan perkataan Rasul saw dalam bentuk sya’ir. Laki-laki yang fasih, baligh dan mengetahui akan penggunaan bahasa Arab ini, sebagai ganti dari kata maula, dia menggunakan kata imam dan hadi. Dan dia mengatakan:

فقال له: قم یا علیّ فإنّنی * رضیتک من بعدی إماماً و هادیاً[7]

"Rasul berkata kepada Ali (as): Hai Ali (as) berdirilah dimana saya telah memilihmu sebagai imam dan hadi setelah saya.”

Sebagaimana yang sudah jelas, dia - dari lafadz maula yang ada dalam perkataan Rasul saw – tidak mengartikan dengan makna yang lain kecuali makam imamah, kepemimpinan dan pemberi hidayah. Sementara dia termasuk ahli bahasa dan fasihnya Arab.

Tidak hanya Hasan bin Tsabit saja yang menggunakan lafadz Maula ini dengan makna ini, bahkan para penyair besar Islam setelahnya, dimana kebanyakan dari mereka adalah udaba’ dan para penyair terkenal Arab dan sebagian dari mereka juga termasuk dari para guru besar bahasa ini memahami lafadz ini sebagaimana yang telah dipahami oleh Hasan bin Tsabit, yakni Imamah dan kepemimpinan.

Bukti kedua:

Amirul Mukminin (as) dalam sya’irnya dimana beliau menulisnya untuk Muawiyah, berkenaan dengan hadis Ghadir, beliau mengatakan sebagai berikut:

و أوجب لی ولایتَهُ علیکم رسول الله یوم غدیر خمٍّ[8]

"Yakni Rasulullah saw telah mewajibkan kewaliannya kepada kalian di hari Ghadir untukku.”

Siapakah orang yang lebih tinggi dari Imam yang mampu menafsirkan hadis untuk kita dan mengatakan dimana Rasulullah saw di hari Ghadir Khum mengartikan wilayah dengan arti apa? Tidakkah tafsir ini menyampaikan dimana dengan pemikiran semua orang yang ikut serta dalam peristiwa Ghadir Khum, tidak terlintas makna yang lain kecuali kepemimpinan masyarakat?

Bukti ketiga:

Rasulullah saw sebelum menjelaskan kata من کنت مولاه... beliau telah memaparkan pertanyaan:

ألستُ أولی بکم من أنفسکم

"Tdakkah saya lebih aula dari kalian atas diri kalian?”

Dalam jumlah ini, Rasulullah saw menggunakan kata Aula bi anfusikum dan meminta pengakuan dari semua masyarakat yang ada akan keaulawiahan atas dirinya, lalu beliau langsung bersabda:

من کنتُ مولاه فهذا علیّ مولاه

"Barang siapa yang aku adalah maulanya maka Ali (as) adalah maulanya.”

Apa tujuan dari pembarengan dua kalimat ini? Tidakkah Rasul saw hanya hendak membuktikan dan menetapkan makam dirinya yang telah dinashkan oleh Alquran, untuk Ali (as)? Hanya saja bedanya adalah beliau seorang Nabi dan Ali (as) adalah seorang Imam. Dan hasil dari hadis ini adalah: Barang siapa yang aku lebih aula dari dirinya maka nisbah atau kaitan Ali (as) terhadap dirinya juga lebih aula[9].” Dan jika Rasul saw tidak menghendaki makna aulawiyah, maka Rasul saw tidak perlu meminta pengakuan dari masyarakat. Alangkah naïf sekali jika orang tidak mengindahkan pesan Rasul saw ini. Dan melewatkan segala korinah dan tanda yang sudah sangat jelas ini dan menutup mata dari itu semua.

Bukti keempat:

Rasul saw di awal sabdanya, meminta pengakuan akan tiga hal penting Islam. Dan beliau bersabda:

ألستم تشهدون أن لا اله الاّ الله و أنّ محمداً عبده و رسوله و أنّ الجنّة حقّ و النّار حقّ؟

"Tidakkah kalian bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah saw dan sesungguhnya Muhammad (saw) adalah hamba-Nya dan utusan-Nya dan surga dan neraka itu hak?”

Apa tujuan dari meminta pengakuan ini? Tidakkah hanya menghendaki kesiapan benak masyrakat, sehingga makom dan kedudukan yang mana nantinya ditetapkan untuk Ali (as) diterima oleh mereka sebagaimana pokok-pokok (asas) sebelumnya? Dan mereka mengetahui bahwa pengakuan akan wilayah dan kekhilafahan Ali (as) sejajar dengan usul atau dasar tiga agama dimana kesemuanya telah mengakuinya? Jika yang dimaksudkan Maula adalah teman dan penolong maka hubungan dua jumlah ini akan berantakan dan kekokohan perkataan tersebut akan hilang. Dan hubungan dua perkataan ini akan sirna. Tidakkah demikian?

Bukti kelima:

Rasul saw di awal khotbahnya mengatakan akan kematian dirinya dan beliau bersabda:

إنّی أوشکُ أن أُدعی فأجیب

"Sebentar lagi saya akan memenuhi seruan hak[10].”

Kalimat ini menunjukkan bahwa Rasul saw menghendaki dan memikirkan sebuah solusi setelah meninggalnya beliau dan memenuhi serta mengisi kekosongan yang terjadi setelah meninggalnya beliau. Dan sesuatu yang dapat memenuhi dan mengisi kekosongan semacam ini adalah penunjukan seorang pengganti yang layak dan alim dimana mengambil kendali kepemimpinan segala urusan setelah meninggalnya beliau, tidak dengan yang lain.

Setiap kali kita menafsirkan kalimat wilayah selain khilafah, maka hubungan logis kalimat Rasul saw maka secara jelas akan berantakan dan amburadul, sementara beliau adalah paling fasih dan paling balighnya orator. Adakah tanda yang lebih jelas lagi untuk masalah wilayah?

Bukti keenam:

Setelah jumlah, من کنت مولاه.. Rasul saw bersabda sebagai berikut:

الله اکبر علی إکمال الدین وإتمام النعمة و رضی الرّبّ برسالتی و الولایة لعلیّ من بعدی

"Allahu akbar atas penyempurnaan agama dan penyempurnaan nikmat dan keridhaan Allah saw atas risalahku dan wilayahnya Ali (as) setelahku.”

Jika yang dimaksudkan adalah kecintaan dan pertolongan individual dari muslimin maka bagaimanakah dengan penerimaan mawaddah dan mencintai Ali (as) dan pertolonganya agama Tuhan menjadi sempurna dan nikmat Allah telah tertunaikan? Dan yang lebih jelas lagi dari kesemuanya adalah dimana beliau mengatakan: "Allah swt ridha akan risalahku dan wilayahnya Ali (as) setelahku[11].” Tidakkah kesemua ini merupakan bukti yang jelas dan nyata akan makna khilafah?

Bukti ketujuh:

Adakah bukti yang lebih jelas dan nyata dimana Syaikhain (Umar dan Abu Bakar) dan sekelompok yang tak terhitung jumlahnya dari sahabat-sahabat Rasul saw setelah turunnya beliau dari atas mimbar, kesemuanya mengucapkan selamat kepada Ali (as) dan ucapan selamat ini terus berlangsung sampai waktu salat maghrib dan Syaikhain adalah termasuk salah seorang yang pertama kali mengucapkan selamat atau mengucapkan kepada Imam Ali as dengan kata sebagai berikut:

هنیئاً لک یا علیّ بن أبی طالب أصبحتَ و أمسیتَ مولای و مولی کلّ مؤمن و مؤمنة[12].

"Selamat atasmu wahai Ali bin Abi Thalib (as), engkau telah menjadi maulaku dan maula bagi setiap mukminin dan mukminah.”

Ali (as) pada hari itu telah mendapatkan makom dan kedudukan seperti apa sehingga beliau layak mendapatkan ucapan selamat semacam ini? Tidakkah kecuali hanya makam kepemimpinan dan khilafah ummat secara resmi dimana sampai pada waktu itu secara resmi belum tersampaikan, layak mendapatkan ucapan semacam ini? Kecintaan dan teman bukanlah sesuatu yang baru.

Bukti kedelapan:

Jika yang dimaksudkan adalah tingkatan kecintaan terhadap Ali (as), maka tidak perlu dan tidak seharusnya permasalahan ini dipaparkan dalam cuaca yang sangat membakar dan sangat terik sekali (rombongan yang berjumlah 100 000 orang dilarang untuk pergi dan menghentikan khalayak dalam cuaca yang sangat terik dan kerikikl-kerikil padang pasir yang sangat membakar dan membacakan khotbah panjang lebar?)



[1]- Sekumpulan sanad-sanad ini terdapat dalam kitab Al-Ghadir dimana kebanyakan dikumpulkan dari sumber ma’ruf Ahlusunah.

[2]- QS. Al-Maidah: 3.

[3]- Syair Hasan bin Tsabit terdapat dalam kitab-kitab yang beraneka ragam, diantaranya adalah; Manaqib Kharazmi hlm. 135, Maqtal al-Husain Kharazmi juz 1 hlm. 47, Faraid As-Simthain juz 1 hlm. 73 dan 74, Al-Nur Al-Musyta’al hlm. 56, al-Manaqib al-Kautsar juz 1 hlm. 362 dan 118.

[4]- Ihtijaj ini atau disebut dengan Munasyadah terdapat dalam kitab, Manaqib Kharazmi Hanafi hlm. 217, Faraid as-Simthain hamwini bab 58, dan Al-Dar an-Nazim Ibnu Hatim syami, As-Shawaiq Al-Muhriqoh Ibnu Hajar Askalani hlm. 75, Amali Ibnu Uqdah hlm. 7 dan 212, Syarh Nahjul Balaghah Ibnu Abil Hadid juz 2 hlm. 62, Al-Isti’ab Ibnu Abdul Bar juz 3 hlm. 35, Tafsir Thabari juz 3 hlm. 418 berkenaan dengan surat Al-Maidah:55.

[5]- Faraid as-Simthain bagian awal bab 58, Syah Nahjul Balaghah Ibnu Abil Hadid juz 1 hlm. 362, Usud al-Ghobah juz 3 hlm. 307, juz 5 hlm. 205, Al-Isobah Ibnu Hajar askalani juz 2 hlm. 408, juz 4 hlm. 80, Musnad Ahmad juz 1 hlm. 84 dan 88, Al-Bidayah wa an-Nihayah Ibnu Katsir syami juz 5 hlm. 210, juz 7 hlm. 348, Majma’ al-zawaid haitami juz 9 hlm. 106, Dzahair al-Uqba hlm. 67 dll (Al-Ghadir juz 1 hlm. 163 dan 164).

[6]- Asna al-Mathalib Syamsuddin Syafi’i sesuai dengan penukilan Syakhawi dalam Al-Dzau’ al-Lami’ juz 9 hlm. 256, Al-Badr al-Thali’ Syukani juz 2 hlm. 297, Syarh Nahjul Balaghah Ibnu Abil Hadid juz 2 hlm. 273, Manaqib Allamah Hanafi hlm. 130, Balaghatun Nisa’ hlm. 72, Al-Aqdul Farid juz 1 hlm. 162, Shubhul A’sha juz 1 hlm. 259, Murud adz-Dzahab Ibnu Mas’ud Syafi’i juz 2 hlm. 49, Yanabiul Mawaddah hlm. 486.

[7]- Madrak syair ini yang mana dinisbatkan kepada Hasan bin Tsabit telah dituturkan sebelumnya.

[8]- Allamah Amini, jild 2 Al-Ghadir hlm. 25-30 menambahkan Syair ini dengan bait-bait yang lainnya dimana dinulikan dari 11 orang kalangan cendekiawan Syiah dan 26 orang dari cendekiawan kalangan Ahlusunah.

[9] Allamah Amini menukil jumlah ini, ألست أولی بکم من أنفسکم dari 64 ahli hadis dan sejarawan. Rujuklah dalam kitab Al-Ghadir jild 1 hlm. 371.

[10]- Rujuklah dalam kitab Al-Ghadir jild 1 hlm. 26, 27, 30, 32, 33, 34, 36, 47, 176. sanadnya ada dalam kitab-kitab Ahlusunah seperti Shahih Turmudzi juz 2 hlm. 298, Al-Fushul Al-Muhimmah Ibnu Shobagh hlm. 25, Al-Manaqib al-Tsalatsah Hafidz Abil Futuh hlm. 19, Al-Budayah wa Al-Nihayah Ibnu Katsir juz 5 hlm. 209, dan juz 7 hlm. 348, Al-Shawaiq Al-Muhriqoh hlm. 25, Majma’ al-Zawaid Haitami juz 9 hlm. 165. dll.

[11]- Allamah Aminini menuturkan madrak hadis ini di Juz 1 hlm. 43, 165, 231, 232, 233, 235, seperti Al-Wilayah Ibnu jarir Thabari hlm. 310, Tafsir Ibnu Katsir juz 2 hlm. 14, tafsir Al-Durul mantsur juz 2 hlm. 259, Al-Itqan juz 1 hlm. 31, Miftah al-Najah badakhsyi hlm. 220, Ma nuzila minal qur’an fi aliyyin Abu na’im Isfahani, Tarikh Khatib Baghdadi juz 4 hlm. 290, Manaqib Kharazmi hlm. 80, Al-Khasa’is al-Alawiyyah Abul faith natanzi hlm. 43, Tadzkiroh sibd bin jauzi hlm. 18, Faraid as-Simthain bab 12.

[12]- Untuk mengentahui sanad ucapan selamat Syaikhain, Anda bisa merujuk dalam kitab Al-Ghadir juz 1 hlm. 170 dan 283. dan sebelumnya sebagian dari bukti ini telah dituturkan.

komentar Pemirsa
Nama:
Email:
* Pendapat: