bayyinaat

Published time: 21 ,February ,2017      09:44:31
Kekhawatiran ini wajar jika pada kadarnya. Akan tetapi berbahaya jika berlebihan. Kemapanan dalam nafkah tentu merupakan nilai plus bagi seorang laki–laki yang ingin menikah. Kematangan wanita dalam menerima tanggung jawab sebagai istri dan ibu juga penting untuk mewujudkan rumah tangga yang baik. Akan tetapi hal tersebut bukanlah syarat mutlak untuk menjamin keberhasilan sebuah rumah tangga. Oleh karenanya, para pemuda dan pemudi tidak seharusnya mengulur–ngulur waktu untuk menikah.
Berita ID: 24
Menikah adalah sunnah Rasul yang akan menyempurnakan setengah dari agama seseorang.[i] Rasulullah bersabda, "Menikah adalah sunnahku, barang siapa menolaknya maka ia bukan termasuk umatku”.[ii] Lebih keras lagi Nabi saw bersabda, "Barangsiapa yang mampu untuk menikah tetapi tidak melaksanakannya, maka ia bukan dari umatku”.[iii]

Sebagai seorang muslim tentu kita tidak menolak konsep pernikahan, bahkan pernikahan menjadi moment yang ditunggu–tunggu karena keindahannya. Namun karena keindahan itu disertai dengan tanggung jawab yang besar, maka terkadang timbul ketakutan dan kekhawatiran untuk melangkah menuju bahtera rumah tangga.

Bagi seorang laki–laki, kewajiban memberi nafkah menjadi salah satu kekhawatiran dan alasan menunda pernikahan. Bagi seorang wanita, mengandung, melahirkan dan mendidik anak menjadi sebuah tanggung jawab besar yang juga bisa menjadi alasan untuk memunda pernikahan.

Kekhawatiran ini wajar jika pada kadarnya. Akan tetapi berbahaya jika berlebihan. Kemapanan dalam nafkah tentu merupakan nilai plus bagi seorang laki–laki yang ingin menikah. Kematangan wanita dalam menerima tanggung jawab sebagai istri dan ibu juga penting untuk mewujudkan rumah tangga yang baik. Akan tetapi hal tersebut bukanlah syarat mutlak untuk menjamin keberhasilan sebuah rumah tangga. Oleh karenanya, para pemuda dan pemudi tidak seharusnya mengulur–ngulur waktu untuk menikah.

Kekhawatiran akan kemampuan nafkah jika dibiarkan akan menjadi sebuah persepsi dan keyakinan, seolah kita tidak akan bisa hidup bahagia jika tidak memiliki pekerjaan. Benar bahwa hidup berumah tangga memang memerlukan modal, akan teapi jangan selalu diartikan bahwa modal itu adalah materi. Setiap orang yang berakal tentu tidak akan melangkah tanpa perhitungan. Hal ini tidak dinafikan. Hal ini menjadi masalah ketika kekhawatiran ini berubah menjadi sebuah persepsi dan keyakinan. Sehingga seseorang tidak akan menikah sebelum mapan karena ia takut miskin dan tidak bisa memenuhi kebutuhan keluarganya.

Keyakinan seperti ini sangat berbahaya karena bisa menjerumuskan manusia ke dalam lubang "syirik” yang tidak kita sadari. Mengapa syirik, karena kita menyandarkan diri kepada selain Allah SWT. Menganggap pekerjaan lebih kuat dari Allah SWT yang menciptakan dan memelihara kita. Karena itu, konsep tawakkal perlu kita terapkan disini. Tentu secara teori kita memahami keesaan-Nya dan tidak akan mensekutukanNya, akan tetapi was-was syeitan mampu menyebabkan su’uzan ini menari–nari di kepala kita. Untuk itu menyimak dan mengkaji hadis–hadis yang berkaitan dengan hal ini akan mampu menambah dan menguatkan keyakinan kita terhadap Allah SWT.

Imam Shadiq as telah mengatakan:

"Barang siapa yang tidak menikah karena takut akan biaya dan nafkah, demi Allah SWT ia telah berprasangka buruk kepada Allah SWT. Karena Allah SWT telah berfirman, "Jika mereka miskin maka dengan inayah–Nya, Allah SWT akan mencukupkannya”.[iv]

Karena itu tidak sepatutnya kita khawatir terhadap rizki dalam pernikahan. Karena pernikahan itu sendiri membuka pintu rizki sebagaimana Rasulallah saw bersabda, "Carilah rizki dengan jalan menikah”.[v]  [Hanif Fitriyani]


[i] Muhammad Ibn Ya’qub Kulaini, Al Kafi, Jild 5, Hal 329

[ii] Muhammad Ibn Muhammad Sya’iri, Jami’ah al Akhbar, Jild 1, Hal 101

[iii] Ibid, Jild 1, Hal 374

[iv] ibid

[v] Ibid

komentar Pemirsa
Nama:
Email:
* Pendapat: