bayyinaat

Published time: 13 ,February ,2018      20:59:39
Apabila Anda telah diterima bekerja di satu perusahaan dan direktur Anda mengabarkan bahwa Anda akan menerima gaji setiap bulan sepuluh juta rupiah dengan syarat Anda harus membantu anak-anak yatim setiap kali menerima gajian sebesar seratus ribu rupiah, apakah Anda menolak bekerja di perusahaan tersebut lantaran harus mengorbankan uang sebesar itu setiap bulan?
Berita ID: 99

FALSAFAH KURBAN (Bagian Terakhir)


Pentingnya Mengenal Pemerintah

Hal lain yang perlu dipahami adalah bahwa di dalam melaksanakan suatu perintah itu yang pertama dan utama adalah mengenal dengan baik siapa yang memerintahkan perbuatan tersebut (mengenal pemerintah dan memahami perintah).

Misalnya ketika seseorang bekerja di suatu perusahaan atau di salah satu instansi pemerintah dan ia telah mengenal dengan baik dan meyakini bahwa direktur atau managernya itu orang yang sangat berakhlak baik, alim, adil, bijak dan bahkan tidak pelit sama sekali.

Pada suatu hari direkturnya tersebut (pemerintahnya) menyuruhnya untuk melakukan suatu pekerjaan yang di luar kebiasaannya. Maka walaupun ia tidak memahami maksud dan tujuan dari pekerjaannya yang baru itu, ia pasti dengan penuh kepatuhan akan melaksanakannya. Yang penting dia mampu melakukan perintahnya tersebut. Kenapa demikian? Karena ia telah yakin sepenuhnya bahwa direkturnya itu tidak akan menyuruh suatu pekerjaan yang main-main dan tidak ada gunanya. Tetapi ia yakin bahwa pekerjaan yang ia disuruh untuk melakukannya itu pasti mempunyai tujuan yang baik dan nilai yang berharga. Dalam hal ini, walaupun ia tidak memahami tujuan dari perintahnya itu yang penting ia dapat memahami perintahnya tersebut sehingga ia tidak keliru dalam menjalankan tugasnya.

Dengan demikian, di dalam bekerja dan mengamalkan sesuatu, yang pertama dan terpenting adalah memahami dari mana perintah itu datang atau turun, siapa yang memerintahkan pekerjaan tersebut.

Ketika Nabi Ibrahim as telah meyakini bahwa perintah yang ditugaskan kepadanya itu (berkorban dengan menyembelih putranya) datangnya dari Yang Maha Mengetahui, Maha Kuasa, Maha Bijak dan Maha Pengasih dan Penyayang, mengapa harus ragu untuk melakukannya, sekalipun –seandainya- beliau masih belum memahami dengan baik tujuan dan hikmah atau falsafah dari perbuatan tersebut. Terlebih lagi jika beliau telah memahaminya dengan baik untuk jangka waktu yang jauh ke depan. Dan saya merasa yakin bahwa beliau as telah memahami tujuan, hikmah dan falsafah perintah tersebut dengan baik.

Begitulah mereka (para nabi dan wali Allah) akan dengan mudah, penuh keikhlasan dan kepasrahan dalam melakukan dan menjalankan suatu perintah, yaitu ketika perintah itu datangnya dari Allah swt Yang Maha segala-galanya. Karena itu, dengan mudah dan segera Nabi Nuh as membuat bahtera, walaupun pada saat itu beliau berada di atas padang tandus yang tidak ada air, dengan mudah dan segera Rasulullah saw mengangkat Ali as sebagai washi setelahnya dan mengumumkannya di tengah-tengah para sahabat beliau padahal kaum munafikin senantiasa mengintai dan mengancamnya, dengan pasrah Nabi Ibrahim as dilemparkan ke tengah-tengah api yang berkobar, sementara tawaran Jibril untuk menolongnya beliau tolak, dengan mudah Nabi Khidhir membocorkan perahu seseorang yang masih bagus dan bahkan beliau berani membunuh seorang anak yang tidak bersalah, dan tanpa ragu-ragu lagi Imam Ali as menghadapi Amr bin Abi Wudd, dan mabit (tidur) di tempat tidur Rasulullah saw, kenapa? Karena beliau as tahu bahwa yang memerintahkan hal itu adalah Rasulullah saw yang bersumber dari Allah swt ([i](وما آتاکم الرسول فخذوه.

Demikian pula halnya dengan seorang pembantu Imam Ja'far Shadiq as yang sangat berani dan tanpa ragu-ragu lagi segera masuk ke dalam api (tanur) yang sedang berkobar, setelah ia mengetahui bahwa yang menyuruhnya adalah majikan dan Imamnya (Imam Shadiq as) dan ia yakin perintahnya itu mempunyai tujuan yang luhur.[ii]

Misal lainnya adalah tentara atau perajurit, setelah perajurit itu mengetahui bahwa perintah itu datangnya dari komandan mereka yang bersumber dari Presiden, maka mereka dengan tulus berani terjun dari pesawat, berani menyelam ke dasar lautan atau sungai yang penuh bahaya, berani memasuki hutan rimba yang penuh dengan binatang buas, padahal semuanya itu penuh dengan bahaya, bahkan merekapun tidak ragu-ragu lagi pergi ke medan perang untuk melawan musuh padahal taruhannya adalah nyawa mereka, dan mereka berani melakukan perbuatan apapun yang mereka merasa mampu walaupun hal itu mengancam nyawanya.

Di sinilah pentingnya mengenal dan mengetahui siapa yang mengeluarkan perintah (pemerintah) sebelum mengetahui falsafah dan tujuan melakukan perintahnya tersebut. Karena biasanya seseorang yang telah mengenal dengan baik orang yang mengeluarkan suatu perintah (seperti guru, orang tua atau direktur) dan meyakini kebaikan, kejujuran dan kebijakannya, pasti orang itu akan segera melaksanakan perintahnya walaupun ia belum memahami tujuan dari perintahnya tersebut. Dan sebaliknya seseorang yang telah mengetahui keburukan seorang yang memberikan perintah atau meragukan kejujurannya, atau ia belum mengenalnya dengan baik, maka pasti ia tidak akan dengan mudah berani melaksanakan perintahnya, walaupun perintahnya itu akan menguntungkan dirinya.

Misalnya, ketika Anda berjumpa dengan seseorang yang belum Anda kenal, atau masih Anda ragukan kejujurannya, orang itu mengajak Anda bekerjasama dalam suatu usaha, tentu Anda tidak langsung menerima tawarannya tersebut, tetapi Anda merasa masih perlu mempertimbangkan untung ruginya dan perlu juga mengenal orang itu lebih baik, padahal ajakannya itu akan menguntungkan Anda. Walaupun demikian, karena Anda masih meragukannya, maka Anda tidak langsung mau menerima ajakannya itu. Jika Anda sebagai tentara, maukah Anda melaksanakan perintah isteri Anda untuk segera memakai pakaian seragam resmi tentara dan pergi ke satu tempat? Pastinya Anda akan bertanya terlebih dahulu. Bagaimana jika yang menyuruh Anda itu adalah komandan Anda, sementara Anda sedang tidur lelap?

Perintah Ahlulbait adalah Perintah Nabi saw

Terkait dengan masalah pentingnya mengetahui dan meyakini dari mana datangnya suatu perintah ataupun larangan, apalagi berkaitan dengan masalah agama dan syari'at, maka betapa sangat beruntungnya orang-orang yang telah mengenal para Imam Suci dari Ahlubait Nabi saw. Mereka adalah orang-orang yang sudah mencapai puncak dalam keilmuan, kejujuran, kebijakan, kebaikan, kasih sayang, dan menyandang semua sifat kemuliaan akhlak. Mereka adalah sebagai duta-duta Ilahi di muka bumi ini dan sebagai pelanjut risalah Rasulullah saw untuk seluruh umatnya.[iii]

Oleh karena itu, ketika para pecinta dan pengikut Ahlulbait itu meyakini adanya suatu perintah dari mereka, maka para pecinta itu akan segera melaksanakannya. Dan ketika datang suatu larangan dari para manusia suci itu, maka mereka akan segera meninggalkannya. Kenapa demikian? Karena mereka yakin bahwa perintah itu datangnya pasti dari Rasulullah saw dan bersumber dari Allah saw. Karena mereka adalah orang-orang maksum, jujur dan bijak yang tidak pernah berbuat dosa dan dusta sedikitpun. Karena itu perintah dan larangan mereka harus segera kita taati tanpa ada keraguan sedikitpun dan walaupun kita belum memahami hikmah, tujuan dan falsafah dari perintah dan larangan mereka tersebut.

Dan sebaliknya betapa meruginya orang-orang yang tidak atau belum mengenal mereka (Ahlulbait as) dengan baik sehingga memilih orang-orang yang selain mereka sebagai pemberi hidayah dan tauladan hidup mereka, sementara mereka sendiri (para imam selain Ahlulbait as) berkata: ikutilah aku ketika kamu yakini pendapatku ini benar, dan buanglah jauh-jauh pendapatku jika ternyata salah. Terlebih lagi jika ternyata mereka itu baru lahir dan hidup jauh setelah masa hayat Rasulullah saw.

Karena itu, setiap orang yang telah mengenal Ahlulbait as dengan baik, pasti ia akan mencintai dan mengikutinya, walaupun belum paham tentang hikmah dan falsafah dari perintah dan larangan mereka tersebut. Sungguh betapa beruntungnya orang-orang yang dengan setia mengikuti Ahlulbait Rasul saw baik di dunia mapun di akhirat kelak. Dan sebaliknya betapa meruginya orang-orang yang merasa enggan untuk mengenal dan mengikuti Ahlulbait Nabi saw. Dan lebih merugi lagi sebagian orang yang mengaku umat Rasulullah saw tetapi mereka malah memusuhi Ahlulbait Nabi saw baik secara langsung maupun tidak, baik secara terang-terangan maupun tidak.[iv] Mereka akan merugi di dunia dan khususnya di akhirat kelak karena mereka tidak akan memperoleh syafa'at Rasul saw. Bagaimana mungkin mereka (orang-orang yang enggan mengikuti Ahlulbait as) berani menentang Ahlulbait Nabi saw, padahal mereka selalu membaca salawat siang dan malam dan di dalam salat-salat fardu mereka, sementara nama-nama mulia dan suci tersebut terdapat di dalam kandungan salawat yang biasa mereka baca?[v] Sunguh mereka tidak memahami apa-apa atas apa yang mereka baca !

Nilai Sebuah Pengorbanan

Hal lainnya yang juga perlu dipahami adalah mengenai nilai dan harga sebuah pengorbanan dan membandingkannya dengan nilai dan harga sebuah tujuan yang akan diperoleh. Karena secara logis, apabila seseorang mengetahui kecilnya sebuah pengorbanan sementara nilai sesuatu yang akan dicapainya itu jauh lebih besar, maka ia tidak akan merasa keberatan untuk mengorbankan sesuatu yang dimilikinya itu.

Ketika Anda harus mengorbankan uang yang sedikit untuk membeli bahan makanan sebagai umpan ikan. Dan secuil makanan ikan itu Anda letakkan di sebuah kail yang tujuannya agar ikan besar akan mamakannya, kemudian Anda dapat menangkapnya, maka pasti Anda tidak merasa keberatan untuk mengorbankan uang kecil demi memperoleh ikan besar. Kenapa? Hal itu karena apa yang akan Anda peroleh (ikan besar) jauh lebih besar keuntungannya dari apa yang Anda korbankan.

Begitu pula misalnya seorang pemuda yang memiliki harta kekayaan (rumah gedung, mobil mewah, uang yang banyak, dan lain-lain) dan ia ingin menikah dengan seorang gadis (putri seorang pejabat) yang ia idam-idamkan. Apabila ada seseorang (perantara) yang ia yakini akan dapat membantunya, tetapi orang tersebut meminta uang yang banyak untuk pribadinya dan gadis itupun meminta mobilnya, apakah pemuda itu sayang untuk mengorbankan sebagain kecil hartanya itu? Semakin agung dan mulia orang-orang yang dicintai dan semakin besar kecintaan kita kepada mereka, maka tentu hal itu menuntut pengorbanan yang lebih besar pula.

قُلْ إِنْ كانَ آباؤُكُمْ وَ أَبْناؤُكُمْ وَ إِخْوانُكُمْ وَ أَزْواجُكُمْ وَ عَشيرَتُكُمْ وَ أَمْوالٌ اقْتَرَفْتُمُوها وَ تِجارَةٌ تَخْشَوْنَ كَسادَها وَ مَساكِنُ تَرْضَوْنَها أَحَبَّ إِلَيْكُمْ مِنَ اللهِ وَ رَسُولِهِ وَ جِهادٍ في‏ سَبيلِهِ فَتَرَبَّصُوا حَتَّى يَأْتِيَ اللهُ بِأَمْرِهِ وَ اللهُ لا يَهْدِي الْقَوْمَ الْفاسِقينَ

Katakanlah, "Jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, istri-istri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu peroleh, perniagaan yang kamu khawatirkan kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai adalah lebih kamu cintai daripada Allah dan rasul-Nya dan (dari) berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan (siksa)-Nya. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang fasik.”[vi]

Apabila Anda telah diterima bekerja di satu perusahaan dan direktur Anda mengabarkan bahwa Anda akan menerima gaji setiap bulan sepuluh juta rupiah dengan syarat Anda harus membantu anak-anak yatim setiap kali menerima gajian sebesar seratus ribu rupiah, apakah Anda menolak bekerja di perusahaan tersebut lantaran harus mengorbankan uang sebesar itu setiap bulan?

Sekarang, apabila Nabi Ibrahim as telah mengetahui bahwa ia akan memperoleh kedudukan "Imamah" (dan berbagai hadiah maknawiyah lainnya) jika ia dengan tulus ikhlas mau menjalankan perintah Allah swt itu (berkurban dengan menyembelih putranya), bagaimana mungkin beliau akan menolak perintah tersebut? Sementara beliau telah betul-betul paham siapa yang memerintahkannya dan telah memahami pula apa hikmah dan tujuan dari perintah (ujian) tersebut?

وَ إِذِ ابْتَلَى إِبْرَاهِيْمَ رَبُّهُ بِكَلِمَاتٍ فَأَتَمَّهُنَّ قَالَ إِنِّيْ جَاعِلُكَ لِلنَّاسِ إِمَامًا قَالَ وَ مِنْ ذُرِّيَّتِيْ قَالَ لاَ يَنَالُ عَهْدِي الظَّالِمِيْنَ

Dan (ingatlah) ketika Ibrahim diuji oleh Tuhannya dengan beberapa kalimat (perintah dan larangan), lalu ia menunaikannya (dengan baik). Allah berfirman, "Sesungguhnya Aku menjadikanmu imam bagi seluruh manusia.” Ibrahim berkata, "Dan dari keturunanku (juga)?” Allah berfirman, "Janji-Ku (ini) tidak mengenai orang-orang yang zalim.”[vii]

Ketahuilah bahwa ibitla' (ujian) atas Nabi Ibrahim as, khususnya terkait masalah kurban, sangat erat hubungannya dengan masalah "Imamah". Karena itu, kita harus memahami masalah yang sangat penting ini (Imamah) dengan sebaik-baiknya. Terlebih lagi masalah ini (Imamah) kini telah memiliki imtidad (kepanjangan) bagi masalah "wilayah" (Wilayatul Faqih).[Abu Qurba]

Wal-Hamdu Lillahi Rabbil 'Alamin….




[i] . QS. Al-Hasyr : 7.

[ii]. An-Nafahat Min Sirati Ahlilbait, Syarif Baqir Qurasyi.

[iii]. Lihat hadis Tsaqalain dan 'Ithrah.

[iv] . Lihat hadis Safinah (Matsalau Ahli Bayti…).

[v] . QS. Al-Ahzab : 56.

[vi]. QS. At-Taubah: 24.

[vii] . QS. Al-Baqarah : 124.


komentar Pemirsa
Nama:
Email:
* Pendapat: