bayyinaat

Published time: 05 ,February ,2017      22:43:43
Selain itu, tak ada seorang pun yang memiliki kelayakan untuk mewarisi kedudukan ayahnya kecuali dia. Ditambah lagi adanya nash-nash yang jelas tentang keimamahan beliau di samping riwayat-riwayat yang dinukil dari sisi ayahnya terkait tentang kekhilafahan beliau.
Berita ID: 13

Abul Hasan, Imam Ali bin Muhammad al-Hadi as mulai mengemban tugas keimamahan sepeninggal ayahnya, Abu Ja`far, Imam Muhammad al-Jawad as. Itu juga dikarenakan beliau memiliki sifat-sifat dan kriteria-kriteria keimamahan, serta keutamaan dan kesempurnaan. Selain itu, tak ada seorang pun yang memiliki kelayakan untuk mewarisi kedudukan ayahnya kecuali dia. Ditambah lagi adanya nash-nash yang jelas tentang keimamahan beliau di samping riwayat-riwayat yang dinukil dari sisi ayahnya terkait tentang kekhilafahan beliau.

Beliau lahir pada pertengahan bulan Dzulhijjah tahun 212 di sebuah tempat bernama Sharya[1] di kota Madinah. Sementara itu, beliau wafat pada bulan Rajab tahun 254 di "Surra man ra`a”[2] pada umur 41 tahun.

Mutawakkil mengirim beliau bersama Yahya bin Hartsamah bin A`yan dari kota Madinah ke Surra man ra`a dan setelah beberapa waktu menetap di kota itu beliau bangkit hingga akhirnya beliau menemui ajalnya dan menyambut panggilan sang Haq.

Durasi keimamahan beliau berjalan selama 30 tahun. Ibu beliau yaitu Ummu Walad adalah seorang wanita mulia bernama Sumanah.

Beberapa hadits dan riwayat berkenaan dengan keimamahan

*Abul Qasim, Ja’far bin Muhammad, dari Muhammad bin Ya’qub, dari Ali bin Ibrahim, dari ayahnya, dari Ismail bin Mahran menukilkan bahwa dia berkata, "Sejak awal dimana Imam Jawad as. dibawa dari Madinah ke Baghdad, pada saat keberangkatan aku berkata kepada beliau,

Jiwaku sebagai tebusanmu! Aku menghawatirkanmu dan perasaanku tidak enak berkaitan dengan perjalanan ini. Oleh karena itu, tolong katakan siapakah imam dan pengganti setelahmu?

Imam memalingkan mukanya kepadaku dan sambil tertawa beliau berkata,

Apa yang engkau pikirkan, tahun ini tidak akan terjadi.

Karena untuk kedua kalinya beliau dibawa kehadapan Mu’tasim, aku berkata kepada beliau,

Jiwaku sebagai tebusanmu! Kau sangat menderita, maka siapakah imam setelahmu?

Imam pun menangis tersedu-sedu sehingga membuat wajahnya dipenuhi air mata, kemudian menoleh ke arahku dan berkata,

Kali ini kehawatiranmu terhadapku benar, setelahku keimamahan adalah milik anakku yaitu Ali.’”

*Abul Qasim, Ja’far bin Muhammad dari Muhammad bin Ya’qub, dari Husain bin Muhammad, dari Khairani, dari ayahnya meriwayatkan bahwa dia berkata, "Saat itu untuk berkhidmat aku berada di rumah Imam, dimana Ahmad bin Muhammad bin Isa al-Asyari setiap malam pada waktu menjelang subuh selalu datang untuk mengetahui keadaan Imam Jawad as. yang saat itu sedang sakit, dan seperti inilah dimana setiap kali seorang utusan itu datang di sela-sela percakapan Imam Jawad as dan Khairani , Ahmad bertanya kemudian pergi agar beliau dan utusan itu bisa menyepi.

Khairani berkata, Pada suatu malam utusan itu datang dan Ahmad bin Muhammad bin Isa pun keluar dari pertemuan. Dan utusan itu pun menyepi denganku. Saat Ahmad keluar, dia berdiri sedemikian rupa hingga percakapan kami dapat didengar olehnya, utusan Imam pun berkata,

"Maulamu mengirim salam dan berpesan kepadamu. Aku sebentar lagi akan pergi dari dunia ini dan keimamahan akan sampai pada anakku Ali, berkomitmenlah kepadanya sebagaimana kalian berkomitmen kepadaku setelah ayahku.

Setelah itu sang utusan pergi dan Ahmad beranjak dari tempatnya dan berkata padaku,

"Apa yang dia katakan padamu? Aku berkata, "perkara yang baik.

Ahmad berkata, "Aku telah mendengar apa yang dia bicarakan.Kemudian dia mengatakan apa saja yang dia dengar kepadaku.

Aku berkata, "Allah swt. telah mengharamkan perbuatan yang telah kau lakukan, karena Allah swt telah berfirman (ولا تجسسوا) [3]"janganlah kalian mengendap-ngendap (memata-matai)”. Sekarang karena kau telah mendengarnya, maka simpanlah sebagai bukti, mungkin saja suatu hari akan tiba waktu dimana kami membutuhkan persaksianmu. Dan janganlah kau sebarkan hingga saatnya telah tiba.

Esok subuhnya, aku menuliskan surat Imam Jawad as. dalam sepuluh lembar dan memberinya cap stempel serta memberikannya kepada sepuluh orang kepercayaan dan sahabat Imam, kemudian aku berkata,

"Jika aku mati terlebih dahulu sebelum aku meminta kalian untuk membuka surat-surat ini, maka bukalah surat-surat ini dan amalkanlah apa yang tertulis di dalamnya.

Karena Imam Jawad as. meninggal dunia, maka aku hanya berdiam di rumah dan sama sekali tidak keluar dari rumah hingga sampai kabar kepadaku bahwa orang-orang kepercayaan serta sahabat Imam Jawad as. berkumpul di rumah Muhammad bin Faraj serta berdiskusi berkenaan keimamahan. Muhammad bin Faraj menulis surat padaku dan dalam surat itu dia memberitahu dengan terus terang berkenaan tentang perkumpulan mereka di sisinya. Surat itu berisi,

"Jika kami tidak merasa takut atas bocornya rahasia maka aku akan datang kepadamu bersama mereka. Untuk itu aku ingin agar kau datang menemuiku.

Berdasarkan permintaannya maka aku pun menaiki kendaraan dan berangkat ke tempatnya, aku melihat sekelompok sahabat-sahabat berkumpul di dekatnya. Maka kami pun duduk memperbincangkan tentang keimamahan dan terungkap bahwa kebanyakan yang hadir memiliki keraguan dan kebimbangan. Maka aku berkata kepada orang-orang yang hadir,

"Keluarkanlah surat-surat itu.”

Karena mereka telah mengeluarkan surat-surat itu maka aku berkata pada mereka

"Inilah yang aku inginkan dari kalian.

Sebagian dari mereka berkata,

"Kami berharap ada orang lain yang dulu bersamamu dan memberikan kesaksian sehingga perkataanmu menjadi pasti dan otentik.

Aku pun berkata pada mereka,

"Tuhan telah menyiapkan apa yang kalian inginkan. Abu Ja’far al-Asy`ari yang akan bersaksi dan dia telah mendengar surat ini. Maka tanyakanlah padanya.

Jamaah yang hadir pun bertanya kepadanya. Namun dia menghindar dari pemberian kesaksian. Aku pun mengajaknya untuk bermubahalah, akan tetapi dia takut bermubahalah dan berkata,

"Aku telah mendengar surat ini dan ini adalah suatu kebanggaan yang aku miliki sebagaimana yang diinginkan oleh orang arab. Akan tetapi karena urusan dibawa sampai ke mubahalah, maka tak ada jalan untuk menyembunyikan persaksian.

Dengan demikian para jamaah yang hadir tidak keluar kecuali setelah mengakui keimamahan Imam Hadi as.

Dan karena para pembesar Syiah telah berijma`atau bersepakat tentang keimamahan Imam Hadi as. Namun di sisi lain pada zaman itu tak ada seorang pun yang mengklaim keimamahan selain beliau sehingga perkara keimamahan bagi para syiah menjadi hal yang meragukan. Maka saya rasa tidak terlalu urgen untuk membahas hadis-hadis yang jelas ini berkenaan dengan keimamahan beliau secara lebih mendalam.

Sedikit dari tanda-tanda keimamahan Abul Hasan Ali bin Muhammad al-Hadi As dan beberapa hadis dari beliau.

Pemberitahuan Imam Hadi as. berkenaan dengan beberapa peristiwa

*Abul Qasim Ja’far bin Muhammad dari Muhammad bin Ya’qub, dari Husain bin Muhammad, dari Mu’alla bin Muhammad, dari Wasya’, dari Khairan al-Asybati dimana dia berkata,

"Aku menemui Imam Hadi as. di Madinah. Beliau berkata kepadaku,

‘Berita apa yang engkau miliki berkenaan dengan khalifah Watsiq billah?

Aku berkata,

Jiwaku sebagai tebusanmu! Aku memiliki informasi yang melebihi yang lain dan aku baru saja bertemu dengannya dan sepuluh hari yang lalu aku berpisah dengannya sementara dia dalam keadaan baik.

Imam berkata kepadaku, ‘Orang-orang Madinah berkata kalau dia telah wafat.

Aku berkata, ‘Aku termasuk orang yang terakhir bertemu dengannya.

Imam untuk kedua kalinya berkata, ‘Orang-orang berkata dia telah wafat.

Ketika Imam berkata orang-orang berkata, ‘Aku faham maksudnya adalah dirinya sendiri.

Kemudian Imam bertanya kepadaku, Apa yang telah dilakukan Ja’far?

Aku berkata, ‘Aku meninggalkannya di penjara dalam seburuk-buruknya keadaan.

Imam berkata, ‘Sekarang dia telah menduduki kekuasaan. Bagaimanakah kabar Ibnu Zaiyad?

Aku berkata, ‘Orang-orang mendukungnya dan kendali berada di tangannya.

Imam berkata, ‘Sekarang hari-harinya telah menjadi kelam dan keadaan menjadi sulit baginya.

Khairan al-Asybati berkata, ‘Saat itu Imam diam untuk beberapa saat kemudian berkata kepadaku,

Perintah dan ketentuan Allah swt harus terlaksana. Wahai Khairan khalifah Watsiq billah telah mati sedangkan Ja’far al-Mutawakil telah duduk di posisinya sedangkan Ibnu Zaiyad, dia telah tewas.

Aku berkata, ‘Semoga aku menjadi tebusanmu! Kapan dia tewas?

Imam berkata, ‘Dia tewas enam hari setelah kepergianmu.’”

***



[1] Suatu desa yang dibangun oleh Imam Kazhim As yang jaraknya sekitar 3 mil dari Madinah.

[2] Samarra, nama daerah di Irak

[3] Al-Hujurat 12


komentar Pemirsa
Nama:
Email:
* Pendapat: