bayyinaat

Published time: 13 ,February ,2017      21:55:37
Fitri.001324@gmail.com
Adakah manusia yang sempurna di dunia ini? Kita sering mendengar pribahasa yang mengatakan, “Tak ada gading yang tak retak”. Pribahasa ini ingin menyampaikan sebuah makna bahwa tidak ada manusia yang sempurna di dunia ini. Akan tetapi pendapat ini tidak selaras dengan pandangan Alquran, karena beberapa ayat Alquran menunjukkan bahwa sebagian manusia memiliki sifat kesempurnaan.
Berita ID: 17

Sempurna berarti lengkap, tapi lengkap belum tentu sempurna. Artinya sempurna lebih tinggi derajatnya dari sekedar lengkap. Bisa jadi seseorang memiliki anggota badan yang lengkap akan tetapi belum disebut sempurna karena tidak memiliki sifat-sifat terpuji. Karena itu dalam Kamus Quran disebutkan bahwa sempurna artinya memiliki kelengkapan komponennya dan juga sifat-sifat kebaikannya.[1] Dengan demikian kesempurnaan bisa diartikan dengan tidak adanya kekurangan, cacat dan cela baik lahiriah maupun maknawiahnya.

Adakah manusia yang sempurna di dunia ini? Kita sering mendengar pribahasa yang mengatakan, "Tak ada gading yang tak retak”. Pribahasa ini ingin menyampaikan sebuah makna bahwa tidak ada manusia yang sempurna di dunia ini. Akan tetapi pendapat ini tidak selaras dengan pandangan Alquran, karena beberapa ayat Alquran menunjukkan bahwa sebagian manusia memiliki sifat kesempurnaan. Allah swt menggambarkan kesempurnaan nabi Muhammad saw dengan berfirman:

وَ إِنَّكَ لَعَلى‏ خُلُقٍ عَظيم‏[2]

Dan sesungguhnya kamu (Muhammad saw) benar-benar berbudi pekerti yang agung. Begitu juga dengan keluarga Rasulallah saw, Allah swt menyatakan kesucian mereka dalam kitab suci-Nya.

إِنَّما يُرِيدُ اللَّهُ‏ لِيُذْهِبَ‏ عَنْكُمُ‏ الرِّجْسَ‏ أَهْلَ‏ الْبَيْتِ‏ وَ يُطَهِّرَكُمْ‏ تَطْهِيراً[3]

Sesungguhnya Allah swt bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kalian, hai ahlulbayt dan membersihkan kalian sebersih-bersihnya.

Nabi dan juga ahlulbaytnya adalah manusia-manusia sempurna. Kita sebagai manusia biasa juga bisa memiliki sifat-sifat kesempurnaan yang mereka punya. Akan tetapi bukan berarti kita bisa menjadi nabi, karena tidak ada nabi lagi setelah Muhammad saw. Untuk memperjelas hal ini, kita harus mengetahui terlebih dahulu tentang hakikat kesempurnaan.

Kesempurnaan hakiki terletak pada kesempurnaan ruhani (maknawi) bukan kesempurnaan jasmani.[4] Kesempurnaan ini memiliki hakikat yang bergradasi; bertingkat-tingkat. Kesempurnaan manusia terletak pada aktualisasi semua potensi yang ia miliki.[5] Artinya, manusia memiliki kemampuan "untuk menjadi”, akan tetapi kemampuan ini bukanlah kesempurnaan akhir untuknya. Namun di saat ia "telah menjadi”, maka di situlah letak kesempurnaannya. Jadi jika kesabaran adalah sebuah kesempurnaan, maka kemampuan untuk menjadi penyabar adalah sebuah potensi, sedangkan menjadi penyabar adalah kesempurnaan.

Di saat kesempurnaan hakiki terletak pada kesempurnaan ruhani, maka tidak ada perbedaan di antara laki-laki dan perempuan. Allah swt memberikan potensi menyempurna kepada semua manusia, baik laki-laki maupun perempuan. Keduanya memiliki identitas insaniyah yang sama, karena masing-masing diciptakan dari unsur yang satu, yaitu tanah.[6] Karena itu, kesempurnaan adalah milik semua insan yang mau mengaktualkan potensi insaniyah yang ia miliki. Karena itu Allah swt tidak memandang kemuliaan seseorang berdasarkan jenis kelamin, suku bangsa, warna kulit dan lain sebagainya. Akan tetapi Allah swt meletakkan standar "takwa” sebagai tolak ukur kemuliaan seseorang.

إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقاكُمْ[7]

Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kalian di sisi Allah swt adalah orang yang paling bertakwa di antara kalian.

Allah swt memuliakan orang-orang yang bertakwa, baik laki-laki maupun perempuan. Artinya takwa merupakan sebuah kesempurnaan yang bisa dicapai oleh setiap orang. Rasulullah saw bersabda, "Kesempurnaan ada pada ketakwaan, kesalehan dan akhlak yang baik”.[8] Ketiga sifat kesempurnaan ini tidak hanya untuk laki-laki, akan tetapi perempuan pun bisa memilikinya. Allah swt tidak membeda-bedakan amal saleh hamba-Nya. Setiap laki-laki dan perempuan yang beriman dan beramal saleh akan diberi ganjaran yang sama.

مَنْ عَمِلَ صالِحاً مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثى‏ وَ هُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَياةً طَيِّبَةً وَ لَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُمْ بِأَحْسَنِ ما كانُوا يَعْمَلُونَ[9]

Barang siapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.

Jadi jelas bahwa kesempurnaan hakiki adalah kesempurnaan jiwa dan dengan takwa setiap manusia bisa mencapainya. Takwa artinya menjalankan perintah-Nya dan meninggalkan larangan-Nya.[10] Takwa juga diartikan dengan "takut” yakni takut kepada Allah swt.[11] Semakin manusia takut kepada Allah swt, maka ia akan semakin menjaga diri dari hal-hal yang dilarang-Nya dan sebisa mungkin menjalankan apa yang diperintahkan-Nya. Oleh karena itu, semakin ia bertakwa maka kesempurnaannya akan semkin bertambah dan derajatnya pun akan semakin tinggi di sisi Allah swt. Inilah yang disebut dengan hakikat yang bergradasi. Karena itu manusia biasa seperti kita juga bisa mencapai tangga-tangga kesempurnaan tersebut dengan takwa.

Bagi seorang muslimah, untuk mendapatkan peringkat takwa dan kemuliaan di sisi Allah swt, ia harus mengetahui posisi dan kewajibannya. Seorang muslimah adalah hamba di hadapan Allah swt. Karena itu ia harus mengetahui kewajiban seorang hamba terhadap maulanya. Selain itu dia juga merupakan seorang anak, istri, ibu dan juga masyarakat yang memiliki hak dan kewajiban sesuai dengan statusnya. Oleh karena itu untuk menjadi muslimah yang kaffah, ia harus mengetahui hak dan kewajiban syar’i serta akhlaki berkaitan dengan orang-orang di sekitarnya. Karena tanpa pengetahuan itu semua ia tidak akan bisa menjalankan apa yang diperintah dan apa yang dilarang Allah swt. Dengan demikian ilmu sangat penting bagi setiap muslimah. Awal dari sebuah gerak menuju kesempurnaan adalah kesadaran itu tidak akan muncul tanpa ilmu. Oleh karena itu langkah awal yang harus kita tempuh adalah belajar dan belajar. Setelah itu mengamalkan apa yang kita ketahui sehingga sifat-sifat kesempurnaan itu menjadi bagian dari diri kita. Semoga kita bisa meraih kesempurnaan sebagaimana orang-orang mulia di sisi Allah swt.



[1] Ali Akbar Qursyi Bana’I, Kamus Quran, Jild 6, hal 147.

[2] Q.s Al Qalam: 4.

[3] Q.s Al Ahzab:33

[4] Mahmud Rajabi, Insan Shenasi, Hal 244.

[5] Yahya Budzari Nejad, Insan dar Islam, Hal 230.

[6] Nashir, Makarim Syirazi, Tafsir Nemune, Jild 3, Hal 246.

[7] Q.s Al Hujurat:13

[8] Musawi Hamedani, Terjemah Bihar al Anwar, Jild 1, Hal 296.

[9] Q.s An Nahl : 79.

[10] Syiah Dar Pishgah Qquran wa Ahlul Bayt as (Terjemahan Bihar al Anwar Jilid 65): 253.

[11] Syarh Agha Jamal Khansari Bar Gurul al Hikam wa Derar al Kalam, Jild 1, Hal 206.

komentar Pemirsa
Nama:
Email:
* Pendapat: