bayyinaat

Published time: 23 ,March ,2017      13:06:20
Tak dapat dibayangkan sekiranya tiada kepemimpinan di tengah masyarakat, dan tidak mungkin pula setiap orang dari mereka dalam sebuah masyarakat mempunyai pemimpin masing-masing. Andai pun mungkin, tetapi yang dapat dicerna ialah bahwa semua pemimpin di satu masa harus merujuk pada satu pimpinan di tengah mereka semua.
Berita ID: 59
Diceritakan; pada suatu hari di masjid Basrah, seorang murid Imam Jafar Shadiq as bernama Hisyam bin Hakam hadir di majlis Amr bin Ubaid dan murid-muridnya. Saat itu mereka membicarakan tentang imamah (kepemimpinan Islam). Lalu Hisyam angkat tangan kepada Amr: "Wahai orang alim! Saya orang asing di sini. Bila diperkenankan saya mau bertanya kepada Anda!”

Setelah dipersilahkan, ia bertanya, "Apa yang Anda lakukan dengan mata, hidung, mulut, lisan dan telinga?”

Amr menjawab, "Dengan mata aku melihat warna-warna (benda-benda) dan orang-orang; dengan hidung aku mencium bau-bau; dengan mulut aku makan dan minum; dengan lisan aku berbicara; dengan telinga aku mendengar suara-suara.”

Hisyam bertanya lagi, "Lalu, apa yang Anda lakukan dengan hati? Dan apakah anggota-anggota badan memerlukan adanya?”

Amr menjelaskan, "(Dengan hati) Aku tentukan apa yang harus dilakukan oleh anggota-anggota badanku, dan mereka melakukan apa yang terkait dengan tugas-tugasnya. Misalnya, daya panca indera; daya penglihatan atau penciuman dan lainnya melakukan tugasnya masing-masing atas perintah hati, dan terdapat keyakinan di dalam perbuatannya.”

Hisyam berkata, "Jadi, hati harus ada untuk mengatur urusan-urusan badan. Jika tidak, anggota-anggota badan tak dapat melaksanakan tugasnya dengan benar. Bukankah begitu?”

"Betul!”, sahutnya tegas.

Hisyam menambahkan, "Allah Yang Maha mengetahui takkan mengabaikan badan Anda (yang kecil di antara alam yang besar ini) begitu saja. Tetapi Dia menjadikan satu pimpinan guna menugaskan anggota-anggota badan, mengatur urusan-urusannya dan menjaga sistem keberadaan ini dengan menepis semua ketidak jelasan dan keraguan.”

"Maka mana mungkin Dia mengabaikan hamba-hamba-Nya begitu saja dalam keadaan bingung, ragu, berselisih, dan tidak mengangkat seorang figur dan pimpinan bagi mereka. Sehingga apabila mereka dalam keraguan dan menyimpang dari garis kehidupan, mereka akan merujuk padanya.”

Amr curiga kepadanya seakan mengenal siapa dia, "‘Apakah kau Hisyam?” Tebak Amr. Maka ia langsung memeluk Hisyam dan memberi tempat duduk di sampingnya.[1]

Seumpama Hati bagi Semua Anggota Badan

Kisah tanya jawab tersebut memperumpamakan pemimpin bagi masyarakat, dengan hati bagi anggota-anggota badan. Hati menjadi pusat pemerintahan badan, yang rakyatnya adalah seluruh anggota lahiriah manusia seperti mata, telinga, lisan, tangan, kaki dan lain sebagainya. Masing-masing bergerak sesuai perintah dan keinginan dia.

Jika demikian, sebagaimana dijelaskan dalam akhlak yang merujuk pada hadis-hadis terkait bahwa, keadaan hati seseorang menentukan baik dan buruk dirinya. Bila hatinya baik, bersih dan sehat, maka seluruh dirinya baik. Bila sebaliknya, maka seluruh dirinya buruk, yang berarti dia selama itu memiliki pemimpin yang buruk dalam dirinya.

Hati pun menjadi penentu diterimanya amal di sisi Allah swt. Sebagaimana dijelaskan dalam fikih terkait amal ibadah, bahwa dalam melakukannya harus dengan niat tulus, mendekatkan diri kepada Allah. Jika tidak, maka sia-sia lah amal ibadah seseorang, dan niat itu terdapat di dalam hatinya.

Sebuah Poin tentang Kepemimpinan

Banyak hal yang dapat disampaikan terkait dengan hati, yang dibahas secara rinci di dalam akhlak. Tetapi disinggung di sini untuk pendekatan terkait dengan peran dan fungsi kepemimpinan bagi masyarakat.

Banyak pula teks keislaman tentang masalah ini, namun di sini penulis membawakan satu poin dari ucapan Imam Ali as. bahwa Imamah adalah sebuah sistem bagi umat, sedangkan ketaatan adalah sebuah pemuliaan dan penghormatan baginya. Artinya, Allah menetapkan kepemimpinan untuk mengatur masyarakat, dan bahwa taat serta mengikuti pimpinan adalah tindakan menghargai kedudukannya.

Seumpama alam semesta, langit dan bumi, matahari dan bulan, binatang dan tetumbuhan, seluruh makhluk tak terkecuali manusia, semuanya berada dalam sebuah sistem alam yang besar. Tiap-tiap makhluk meskipun berlaku menurut alamiahnya sendiri, tetapi menjadi bagian dari satu tatanan seluruh alam ini.

Nah, di samping sistem alami (takwini) tersebut, terdapat di tengah umat manusia sebagai sebuah tatanan masyarakat, satu sistem tasyrii yang ditetapkan oleh Allah swt. Yaitu, kepemimpinan bagi mereka. Kepemimpinan inilah yang menyatukan mereka di sebuah masyarakat.

Di satu sisi, adalah benar bahwa setiap orang dari mereka memiliki kepentingan dan urusan pribadi. Tetapi kepentingan pribadi seorang seperti ingin memenuhi kebutuhan-kebutuhannya tak beda dengan kepentingan pribadi yang lain, yang juga mempunyai kebutuhan-kebutuhan dalam hidupnya, baik dalam urusan duniawi maupun dalam urusan ukhrawi.

Di Bawah Satu Kepemimpinan

Namun demikian, di dalam memenuhi kebutuhan terdapat hukum-hukum yang mengatur di antara mereka dan menjaga hak-hak setiap dari mereka. Di sisi lain, mereka adalah anggota-anggota masyarakat yang memiliki kepentingan umum, yang menjadi urusan bersama. Di sinilah peran penting kepemimpinan umat, bahwa seorang di tengah mereka memimpin dan mengarahkan mereka, serta menjaga mereka dari berbagai penyimpangan.

Tak dapat dibayangkan sekiranya tiada kepemimpinan di tengah masyarakat, dan tidak mungkin pula setiap orang dari mereka dalam sebuah masyarakat mempunyai pemimpin masing-masing. Andaipun mungkin, tetapi yang dapat dicerna ialah bahwa semua pemimpin di satu masa- harus merujuk pada satu pimpinan di tengah mereka semua. Jika tidak, maka sebagaimana firman Allah:

"Katakanlah, Tiap-tiap orang berbuat menurut cara (dan kepribadian) masing-masing. Maka Tuhanmu lebih mengetahui siapa yang lebih benar jalannya.” (QS: al-Isra 84)

Sumber: safinah-online.com



[1] Al-Kafi 2/169

komentar Pemirsa
Nama:
Email:
* Pendapat: