bayyinaat

Published time: 06 ,April ,2017      10:45:30
Lyhran
Beribadah dalam kamus besar Bahasa Indonesia memiliki arti perbuatan untuk menyatakan bakti kepada Allah yang disertai dengan ketaatan mengerjakan perintahNya dan menjauhi laranganNya.
Berita ID: 66
Memilih dan memeluk sesuatu berarti telah menerima dan bersedia untuk menanggung segala tanggungjawab dan resiko yang ada, begitu halnya dengan memilih agama Islam berarti ia telah siap untuk mendapat kewajiban untuk melaksanakan tanggungjawab dan meninggalkan apa yang dilarang, yang tidak lain memiliki artian takwa.

Namun takwa tidak akan menjadi hiasan penyempurna bagi pecinta kesempurnaan apabila tidak disertai dengan niat yang mulia. Niat memiliki banyak jenis bahkan terdapat niat yang dapat menghancurkan dan menghanguskan segala amalan ketakwaan yang dilakukan begitu juga tumpukan pahala yang didapatkan. Maka dari itu niat sangatlah penting untuk memulai suatu ketakwaan seseorang. Niat yang mulia yang disebutkan sebelumnya adalah niat yang bukan hanya akan mendapatkan balasan pahala yang melimpah untuk diri sendiri namun niat yang juga menyertakan orang lain namun niat yang lebih mulia dan mencangkupi segala niat baik yang ada adalah niat untuk mendekatkan diri pada sang Maha Penyayang. Adakah yang lebih indah dari pertemuan dengan yang dikasih dan dicinta?

Ulama besar Muhsin Qiraati memberi nasehat tentang niat yang memperbanyak pahala bukan hanya untuk diri sendiri tapi juga untuk orang lain yang masih hidup bahkan sudah meninggal. Sebutan itu adalah sebutan niat khoirun kastirun خير كثير dimana makna ini didapatkan dari julukan Sayidah Fatimah Az Zahra sa yaitu al kautsar (Surat al Kautsar).

Ketakwaan akan dimulai dengan niat peribadatan terhadap Sang Pencipta, kemuliaan niat di saat peribadatan diniatkan untuk mendekatkan diri padaNya di mana hakikat diciptakannya manusia adalah untuk beribadah[1] dan sebagai permulaan menata kesempurnaan serta ladang peribadatan manusia adalah di dunia ini[2].

Beribadah dalam kamus besar bahasa Indonesia memiliki arti perbuatan untuk menyatakan bakti kepada Allah yang disertai dengan ketaatan mengerjakan perintahNya dan menjauhi laranganNya dengan kata lain dalam beribadah ketakwaan adalah pengungkapan dari kecintaanNya dan penghambaannya.

Syarat- syarat beribadahpun disini menjadi pijakan terpenting di dalam penghambaan. Menurut Hujjatul Islam Wahidi ada beberapa syarat agar ibadah yang dilakukan baik dan benar serta yang paling penting adalah diterima olehNya. Imam Ali as menekankan pentingnya memperhatikan syarat dikabulkannya ibadah agar tidak sia- sia saat melaksanakannya[3]. Syarat- syarat tersebut antara lain :

1. Syarat secara Akidah (kepercayaan), yaitu mempercayai keberadaan Tuhan dan tidak ada Tuhan selain Allah SWT serta Nabi Muhammad adalah utusan Allah. Hal ini ditekankan oleh ayat AlQuran bahwa barang siapa yang kafir (tidak percaya kepada Allah) maka hanguslah semua amalannya (sia-sia).[4]

2. Syarat secara Politis, syarat kedua ini adalah syarat yang menunjukkan kewilayahan otoritas Imam Ali as. Kewilayahan di sini mengartikan tentang pemerintahan Imam Ali as sebagai awal keimamahan dan seorang rahbar (leader) atau pemimpin yang menunjukkan arah kepada kesempurnaan dan kebahagiaan hakiki yang diinginkan oleh fitrah manusia. Kewilayahan ini menjadi salah satu syarat dikabulkannya setiap ibadah yang diniatkan dan di laksanakan. Imam Baqir as dan Imam Shadiq as meriwayatkan tentang tidak akan diterimanya atau sia- sia ibadah seseoarang apabila ia tidak berwilayah dan mempercayai keimamahan Imam Ali as.[5]&[6]

Beberapa syarat di bawah ini merupakan uraian dari syarat- syarat di dalam syariat Islam yang disebut dengan fiqih dan mencangkup syarat selanjutnya yaitu syarat secara akhlak.

3. Syarat secara Akhlak

4. Syarat secara Ekonomi, memiliki beberapa contoh yaitu seperti tidak menggunakan sesuatu yang digunakan sebagai ibadah dari hasil mencuri atau meminjam tanpa izin terlebih dahulu.

5. Syarat secara Sosial, ibadah yang dilaksanakan meskipun sekhusyuk apapun namun mengganggu hak- hak orang- orang sekitar maka ibadahnya sia- sia. Imam Ali as dalam riwayatnya menjelaskan bahwa Allah memaafkan dosa kaumNya padaNya namun Allah tidak memaafkan kesalahan dosa seseorang kecuali meminta maaf kepada orangnya.[7]

6. Syarat secara kebersihan, suci dari hadast kecil dan hadast besar adalah syarat awal saat melakukan ibadah. Seorang yang berniat ibadah disaat melakukan sesuatu maka dirinya akan selalu dalam keadaan berwudhu.



[1] وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ Ad Dzariat 56

[2]امام علي (ع) : كونوا علي قبول العمل أشد عناية منكم علي العمل (بحار الأنوار، ج٧١، ص ١٧٣(

[3]امام علي (ع) : كونوا علي قبول العمل أشد عناية منكم علي العمل (بحار الأنوار، ج٧١، ص ١٧٣(

[4]الْيَوْمَ أُحِلَّ لَكُمُ الطَّيِّبَاتُ ۖ وَطَعَامُ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ حِلٌّ لَكُمْ وَطَعَامُكُمْ حِلٌّ لَهُمْ ۖ وَالْمُحْصَنَاتُ مِنَ الْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُحْصَنَاتُ مِنَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِنْ قَبْلِكُمْ إِذَا آتَيْتُمُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ مُحْصِنِينَ غَيْرَ مُسَافِحِينَ وَلَا مُتَّخِذِي أَخْدَانٍ ۗ وَمَنْ يَكْفُرْ بِالْإِيمَانِ فَقَدْ حَبِطَ عَمَلُهُ وَهُوَ فِي الْآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِين (Surat Al Maidah ayat 5)

[5]امام باقر ـ علیه السّلام ـ : من دان الله بعبادة یجهد فیها نفسه و لا امام له من الله فسعیه غیر مقبول
كافي، ج ١، ص ٤٣٠

[6] امام صادق (ع) : إن أول ما يسأل عند العبد إذا وقف بين يدي الله جل جلاله عن الصلواتالمفروضات و عن الزكاة المفوضة و عن الصيام المفروض و عن الحخ المفروض ولايتما أهل البيت فإن أقر بولايتنا ثم مات عليها قبلت منه صلته و صومه و زكاته و حجه وإن لم يقر بولايتنا بين يدي اله عز و جل جلاله لم يقبل الله عز و جل منه شيأ من أعماله
)
الأمالي، شيخ صدوق، نشر أعمالي، بيروت ١٤٠٠ ق، ج ٥، ص ٢٥٦، مجلس ٤٤(

[7] "الذنب المغفور فعبد عاقبه الله على ذنبه في الدنيا فالله أحلم وأكرم من أن يعاقب عبده مرتين، وأما الذنب الذي لا يغفر فمظالم العباد بعضهم لبعض" (الکافی, ج 2, ص 443)

komentar Pemirsa
Nama:
Email:
* Pendapat: