bayyinaat

Published time: 08 ,December ,2017      18:26:40
Syariat adalah sebuah jalan atau cara di mana Allah telah menyediakan dan mempersiapkan dan atau sebuah jalan dan cara yang telah ditentukan untuk seorang nabi atau suatu umat, namun tidak dapat dikatakan sebagai sebuah jalan untuk masa lalu, ditambah dengan sesuatu yang tidak ada sebelumnya dalam syariat atau sebagai kiasan bahwa seluruh syariat sebelum Islam sebenarnya memiliki kenyataan yang sama, meskipun berada di berbagai umat dikarenakan skil dan persiapan, juga kepribadian mereka yang berbeda-beda, sehingga memiliki bentuk dan perintah-perintah yang berbeda-beda pula.
Berita ID: 89

Perbedaan Agama dan Syariat

Dalam istilah Alquran, kata syariah berarti jalan, tetapi kata agama berarti jalan yang istimewa, yaitu suatu jalan yang telah dipilih dan diadopsi, tetapi tampaknya dalam tradisi dan istilah Alquran, kata Syariah digunakan dalam sebuah arti yang lebih spesifik daripada makna agama, seperti ayat-ayat berikut ini:

إِنَّ الدِّينَ عِنْدَ اللَّهِ الْإِسْلامُ [1]

Sesungguhnya agama ( yang diridai ) di sisi Allah hanyalah Islam.

Dan ayat:

وَ مَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ الْإِسْلامِ ديناً فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ وَ هُوَ فِي الْآخِرَةِ مِنَ الْخاسِرينَ [2]

Barang siapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi.

Dari dua ayat di atas dengan baik dapat diketahui bahwa setiap jalan dan cara dalam penyembahan Tuhan yang maha Tinggi terdapat suatu agama, namun agama yang diterima di sisi Tuhan hanyalah Islam.

Oleh karena itu, agama dalam pandangan Alquran memiliki makna yang umum dan luas, namun jika kita melampirkan kedua ayat tersebut, dengan ayat berikut ini yang mengatakan:

لِكُلٍّ جَعَلْنا مِنْكُمْ شِرْعَةً وَ مِنْهاجاً [3]

Kami berikan aturan dan jalan yang terang.

Dan ayat:

ثُمَّ جَعَلْناكَ عَلىشَريعَةٍ مِنَ الْأَمْرِ فَاتَّبِعْها[4]

Kemudian Kami jadikan kamu berada di atas suatu syariat ( peraturan ) dari urusan (agama ) itu, maka ikutilah syariat itu.

Akan dapat dipahami bahwa syariat adalah salah satu jalan istimewa yaitu satu jalan yang telah ditentukan dan dipersiapkan untuk satu umat dari umat-umat yang ada dan atau seorang nabi dari nabi-nabi yang telah diutus oleh Allah swt dengan syariat yang khusus. Seperti syariat Nabi Nuh, syariat Nabi Ibrahim, syariat Nabi Musa dan syariat Nabi Isa serta syariat Nabi Muhammad saw.

Dan adapun agama adalah tradisi dan jalan ilahi baik itu dikhususkan bagi setiap nabi atau setiap kaum yang menginginkannya, maka kata " agama" bermakna lebih umum daripada kata "syariat", dan karena itulah hukum syariat dapat dinasakh, akan tetapi agama dengan pengertian umumnya tidak dapat dinasakh.

Tentu saja, masih ada perbedaan lainnya antara syariat dan agama, dan itu adalah bahwa kata agama dapat dikaitkan dengan individu dan juga kepada komunitas, siapa saja mereka tidak ada bedanya, tetapi kata syariat tidak bisa dihubungkan dengan individu personil, misalnya dia mengatakan si fulan memiliki syariat fulan, kecuali jika orang tersebut adalah pembawa syariat itu atau dia pemilik perkara tersebut, jadi dapat dikatakan bahwa agama kaum muslimin, atau agama orang Yahudi dan agama orang Kristen dan juga syariat umat Islam dan syariat Yahudi.

Sebagaimana juga dapat dikatakan, agama dan syariat Allah atau agama dan syariat Muhammad dan agama Zaid dan Amr ... tetapi tidak bisa dikatakan syariat Zaid dan Amr, dan mungkin alasannya adalah bahwa di dalam makna kata syariah, tersimpan arti firman dan itu adalah persiapan jalan dan penerapannya.

Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa syariat adalah sebuah jalan atau cara di mana Allah telah menyediakan dan mempersiapkan dan atau sebuah jalan dan cara yang telah ditentukan untuk seorang nabi atau suatu umat, namun tidak dapat dikatakan sebagai sebuah jalan untuk masa lalu, ditambah dengan sesuatu yang tidak ada sebelumnya dalam syariat atau sebagai kiasan bahwa seluruh syariat sebelum Islam sebenarnya memiliki kenyataan yang sama, meskipun berada di berbagai umat dikarenakan skil dan persiapan, juga kepribadian mereka yang berbeda-beda, sehingga memiliki bentuk dan perintah-perintah yang berbeda-beda pula.

Sebagaimana ayat yang mulia:

أَنْ أَقيمُوا الدِّينَ وَ لا تَتَفَرَّقُوا فيه[5]

Tegakkanlah agama dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya.

Oleh karena itu, jika syariat-syariat khusus kita hubungkan dengan agama dan kita mengatakan bahwa semua syariat ini adalah agama Tuhan, padahal agama itu satu, akan tetapi syariat saling menasakh satu sama lain, seperti mengkaitkan hukum-hukum partikal Islam, dengan prinsip agama, walaupun hukum-hukum ini sebagiannya nasikh dan yang sebagian lainnya adalah mansukh dengan demikian kita mengatakan bahwa hukum ini dulu adalah termasuk dari hukum Islam tapi sudah dinasakh atau hukum itu bagian dari hukum Islam.

Dengan demikian, harus dikatakan bahwa Allah swt tidak mempercayakan hamba-hambanya kecuali pada agama yang satu, dan agama yang satu itu adalah berserah diri kepadaNya dengan apa yang ada, untuk sampainya para hamba pada tujuan ini, Dia telah menciptakan berbagai cara dan jalan dan membuka berbagai tradisi, karena masing-masing umat, bangsa memiliki bakat tertentu dan tradisi dan syariat tersebut adalah syariat Nabi Nuh, Nabi Ibrahim, Musa, Isa dan Muhammad saw...

Sebagaimana yang kita lihat, ada kemungkinan beberapa hukum syariat yang telah disusun kembali dinasakh oleh hukum syariat lain, karena kemaslahatannya telah usang dan waktunya telah berakhir, dan waktunya telah tiba untuk dihapus karena sudah tidak cocok dan tidak sesuai, seperti dinasakhnya hukuman seumur hidup bagi para wanita yang melakukan perzinahan, dan hukum cambuk dan pelemparan batu yang datang sebagai gantinya, dan seperti percontohan lainnya, dalil untuk hal ini adalah ayat Allah swt:

وَ لَوْ شاءَ اللَّهُ لَجَعَلَكُمْ أُمَّةً واحِدَةً وَ لكِنْ لِيَبْلُوَكُمْ فيما آتاكُمْ[6]

Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat ( saja ), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu…[]

Sumber:

1– Terjemah Tafsir Al-Mizan, jld, 5, hlm. 572-575.

2– Rahnema Pursisyha wa Pasuhkha e Dini, (Panduan untuk Pertanyaan-pertanyaan dan Jawaban-jawaban Keagamaan, Hossein Sozanchi, hlm. 33-34.



[1] QS. Ali Imran, ayat 19.

[2] QS. Ali Imran, ayat 85

[3] QS. Al-Maidah, ayat 48.

[4] QS. Al-Jatsiah, ayat 18.

[5] QS. Al-Syura, ayat 13.

[6] QS. Al-Maidah, ayat 48.

komentar Pemirsa
Nama:
Email:
* Pendapat: