bayyinaat

Published time: 14 ,December ,2017      05:19:00
Palestina:
Perkataan legendaris Ahmadinejad “Israel harus dihapus dari peta dunia” sebenarnya kalimat aslinya: "Imam ghoft in rezhim-e ishghalgar-e qods bayad az safheh-ye ruzgar mahv shavad." [Imam (Khomeini) mengatakan, rezim penjajah Al Quds harus lenyap dari lembaran waktu.] Tapi, terjadi kesalahan penerjemah dari Farsi ke English, sehingga yang muncul di media: "Ahmadinejad said, Israel must be wiped off the map".
Berita ID: 90

Proposal dari Iran

Dalam diskusi di grup-grup WA ada yang bertanya:
-"Bagaimana pandangan Iran dalam isu Palestina?”
-"Kalau konflik Palestina-Israel bukan konflik agama; mengapa Imam Khomeini selalu membawa narasi Islam dalam pidatonya melawan Zionis?”

Jawaban saya:
(1) Iran menyetujui opsi "one-state solution”. Silahkan baca penjelasan mengenai opsi ini di tulisan saya sebelumnya "Di mana jalan keluar?” [1] Ini adalah alternatif non-perang (jalur diplomasi, edukasi, penguatan masyarakat sipil).

Di saat yang sama, Iran memberikan dukungan pada perlawanan bersenjata yang dilakukan oleh milisi-milisi Palestina, di antaranya Brigade Izzuddin Al Qassam (sayap militer Hamas) dan milisi Jihad Islam.

Apakah ini menunjukkan bahwa aksi Iran adalah "gerakan radikal”? Apalagi Ahmadinejad (konon) pernah sesumbar "akan menghapuskan Israel dari peta dunia”.

Tentu saja tidak. Upaya membantu bangsa Palestina mendapatkan kembali hak-hak asasinya perlu dilakukan di semua lini.

Bila yang dilakukan melulu diplomasi, sementara di ‘lapangan’ orang-orang Palestina terus berada di bawah moncong senjata, para orangtua melepas anaknya ke sekolah tanpa kepastian apakah di siang hari, anaknya akan kembali hidup atau mati; diblokade sehingga sulit mendapatkan akses air bersih, listrik, obat-obatan, makanan, dan berbagai penderitaan lainnya, jelas sama artinya dengan membiarkan mereka hancur pelan-pelan.

Sebaliknya, bila yang dilakukan hanya perjuangan bersenjata, tanpa ada perencanaan jelas apa yang akan dilakukan pasca perang, akan beresiko tinggi. Seperti kasus Libya dan Irak, setelah rezim terguling, yang terjadi selanjutnya adalah perang saudara.

Karena itu, proposal yang komprehensif akan menggabungkan dua langkah ini, senjata dan diplomasi.

Mengapa perang?

Banyak pembela Israel menyebut bahwa perang/kekerasan di Palestina adalah gara-gara warga Arab Palestina yang menyerang warga Yahudi Israel. Bagi mereka, orang Palestina seharusnya diam dan pergi dari tanahnya. Mereka menilai Israel tidak salah karena Palestina adalah "tanah yang dijanjikan Tuhan”.

Untuk menjawab pendapat seperti ini, mari kita simak dialog menarik dalam sebuah wawancara televisi, antara dua tokoh Yahudi, Ranaan Gissin (Yahudi pro Israel) dan Norman Finkelstein (Yahudi anti-Israel). [2]

Gissin : "...ketika kakek buyut saya datang dari Rusia 150 tahun yll, mereka datang karena ada Bible di satu tangannya; kakek saya datang dengan Bible di satu tangan dan senapan di tangan yang lainnya...

... Anda tahu apa yang dia katakan? Dia mengatakannya dengan benar dan dia memiliki Bible sebagai buku petunjuknya; dia mengatakan hak atas tanah ini adalah milik kita, karena ini adalah tanah kita...

Finkelstein : "Ya, saya bertanya-tanya Mr. Gissin, jika saya datang dengan Bible di satu tangan dan mengetuk pintumu dan mengatakan, "menurut Bible saya, keluarga saya hidup di rumah yang Anda tinggali ini, keluarga saya hidup di sini 2000 tahun yang lalu” apakah Anda akan mengepak tas Anda dan pergi?”

[Gissin tidak menjawab, hanya mengeluarkan omelan tak jelas]

Logika orang normal akan menjawab: warga Arab Palestina berhak untuk melawan, untuk mempertahankan tanah airnya.

Tapi yang terjadi: mereka dimiskinkan dan dilemahkan, tidak memiliki akses senjata untuk membela diri dan tanah airnya. Yang mereka punya cuma batu dan keberanian. Di saat yang sama, Israel memiliki persenjataan yang sangat canggih, disuplai bantuan hibah militer secara rutin oleh AS. Bahkan sebelum Obama lengser, ia menandatangani bantuan militer 38 milyar dollar untuk Israel, terbesar dalam sejarah AS.

Karena itu, langkah yang masuk akal (selain diplomasi) adalah membantu Palestina secara militer agar mereka dapat membela diri dan meraih kembali hak-haknya.

Namun yang terjadi, dua negara yang mau memberikan bantuan senjata kepada milisi perlawanan Palestina (Iran dan Suriah) justru disebut ‘negara pendukung teroris’. Suriah hampir dihancurkan; sementara Iran terus diembargo dan dikucilkan dalam komunitas internasional.

(2). Tidak ada yang salah ketika Imam Khomeini, atau siapa saja, termasuk orang Palestina sendiri, membawa narasi Islam dalam perjuangan membela Palestina. Islam, sebagaimana juga agama samawi lainnya, menentang penjajahan dan kezaliman.

Bila pembela Israel melulu membawa Bible sebagai argumen, mengapa umat Islam diprotes ketika menjadikan agama sebagai inspirasi perjuangannya?

Yang menarik dicatat terkait Iran adalah narasi yang mereka gunakan. Narasi yang disampaikan para pemimpin Iran dalam isu Palestina bukanlah kebencian kepada agama/penganut Yahudi, melainkan penentangan pada kejahatan kaum Yahudi-Israel (Rezim Zionis). Yang mereka lawan adalah "rezim Zionis”.

Sehingga, warga Iran yang beragama Yahudi pun paham betul, bahwa bukan mereka yang dilawan/dibenci oleh pemerintah/warga Muslim Iran. Warga Yahudi Iran hidup aman dan terlindungi HAM-nya.

Perkataan legendaris Ahmadinejad "Israel harus dihapus dari peta dunia” sebenarnya kalimat aslinya: "Imam ghoft in rezhim-e ishghalgar-e qods bayad az safheh-ye ruzgar mahv shavad." [Imam (Khomeini) mengatakan, rezim penjajah Al Quds harus lenyap dari lembaran waktu.] Tapi, terjadi kesalahan penerjemah dari Farsi ke English, sehingga yang muncul di media: "Ahmadinejad said, Israel must be wiped off the map".

Sebaliknya di Indonesia, kelompok-kelompok tertentu narasinya kental sekali pada kebencian pada personal/agama lalu kebenciannya dimuntahkan kemana-mana, bahkan menyebut Iran di balik layar berkerjasama dengan Israel, membenci pemerintah sendiri sambil mengelu-elukan presiden tetangga, dan narasi-narasi kontraproduktif lainnya. Di pihak lain, para pembela Israel juga tak kalah ‘ndeso’, selalu menolak argumen ilmiah apapun dengan berlindung di balik Bible dan kisah 2000 tahun yang lalu.

Di sini, lagi-lagi kelihatan bahwa PENDIDIKAN memang penting dalam isu ini, bukan hanya untuk mereka yang sedang berkonflik, tapi juga untuk warga Indonesia. [Dina Y. Sulaeman]

--
[1] https://www.facebook.com/DinaY.Sulaeman/photos/a.234143183678611.1073741828.233756860383910/375264762899785/?type=3&theater¬if_t=like¬if_id=1513055189415454
[2] http://www.loonwatch.com/2010/05/raanan-gissin-a-bible-in-one-hand-and-a-gun-in-another/
komentar Pemirsa
Nama:
Email:
* Pendapat: