bayyinaat

Published time: 20 ,October ,2017      10:43:19
Dari apa yang telah lewat dapat diketahui bahwa penyebutan fadhilah seperti berhaji dan umrah dan atau lebih dari itu tidak dikhususkan dengan ziarah Imam Husain as saja, dan untuk perbutan-perbuatan lainnya juga digambarkan keutamaan-keutamaan semisal ini.
Berita ID: 81

Kajian tentang Nilai dan Keutamaan Ziarah Imam Husain as

Abstrak

Riwayat-riwayat yang menjelaskan tentang keutamaan menziarahi Imam Husain as, kendati terdapat perbedaan dalam menjelaskan pahala dan ganjarannya, namun memiliki satu persamaan, yaitu dianggap lebih baik dari haji dan umrah dan sebagian dari riwayat tersebut menyebutkan ganjaran berapa kali haji untuk ziarah beliau as. Dalam tulisan ini, setelah menjelaskan sebagian riwayat tersebut, akan mengupas tetang alasan superioritas tersebut.

Kata kunci: ziarah Imam Husain as, keutamaan ziarah, haji dan umrah, fadhilah haji.

Prakata

Di sebagian riwayat, fadhilah dan keutamaan meziarahi Imam Husain as disepadankan dan ditaksir dengan fadhilah-fadhilah haji dan umrah.

Di sebagian hadis-hadis ini, pahala menziarahi beliau sejajar dengan pahala dan ganjaran haji dan umrah setelah melaksanakan haji wajib dan riwayat yang lain disebutkan setara dengan berhaji, bagi orang yang tidak mampu menunaikan haji; namun sejumlah riwayat mengemukakan keutamaan menziarahi Imam Husain as lebih banyak dari berhaji, bahkan keutamaannya setara dengan seribu haji; Beberapa riwayat semisalnya dari Abu Abdillah (Ash-Shadiq as): "Menziarahi pusara al-Husain as adalah satu haji, bahkan setara dengan haji dan umrah setelah haji Islam”.[1]

Dari Ibrahim bin Uqbah, aku menulis kepada seorang hamba salih (Imam Jawad atau Imam Hadi as): "Wahai junjungan kami, jika memungkinkan, tolong beritahukan kepadaku hal manakah yang terbaik yang telah diriwayatkan tentang menziarahi Imam Husain as, dan apakah ziarah seseorang yang belum berhaji memiliki ganjaran setara dengan haji? Imam menulis, ziarah Husain as bagi orang yang belum berhaji setara dengan haji.[2]

Dari Muhammad bin Sinan, aku mendengar Imam al-Ridha as mengatakan: "Meziarahi pusara al-Husain as setara dengan umrah yang mabrur dan makbul (diterima).[3]

Dari Abu Abdillah (Ash-Shadiq as): "Barang siapa yang mendatangi pusara al-Husain as, Allah menulis untuknya satu haji dan umrah.[4] Dari Ali bin al-Husain (Zainal Abidin as): "Barang siapa yang menziarahi pusara al-Husain as maka dituliskan baginya satu haji dan dua umrah.[5]

Dari Abu Abdillah (Ash-Shadiq as): "Barang siapa yang mendatangi pusara al-Husain as dengan mengetahui haknya, ia seperti orang yang berhaji sebanyak tiga kali bersama Rasulullah saw”.[6] Dari Abu Abdillah (Ash-Shadiq as): "Menziarahi pusara al-Husain as setara dengan dua puluh haji dan bahkan lebih utama, dan lebih utama dari dua puluh umrah dan haji”.[7] Dari Abu Said al-Madaini: aku menemui Abu Abdillah as dan kemudian aku berkata kepadanya: "Aku jadi tebusanmu, apakah aku pergi menziarahi pusara al-Husain as? Beliau berkata, iya wahai Abu Said! Datangilah pusara putra Rasulullah saw, dimana ia adalah orang yang paling baik, orang yang suci; kemudian apabila kamu menziarahinya, maka Allah akan menulis untukmu 25 haji”.[8]

Dari Basyir ad-Dahhan, aku mendengar Abu Abdillah as berkata:… "Wahai Basyir! Sesungguhnya seseorang dari kalian akan mandi di tepi sungai Furat, kemudian datang menziarahi pusara al-Husain as dengan benar-benar mengetahui haknya, maka Allah akan menuliskan untuknya di setiap langkah dengan seratus haji yang makbul dan seratus umrah yang baik serta seratus jihad bersama Rasulullah saw di hadapan para musuh Allah dan Rasul-Nya”.[9]

Dengan memperhatikan riwayat-riwayat ini, maka muncul dua pertanyaan:

Pertanyaan pertama: Apa tolok ukur semua perbedaan dalam menilai ziarah Imam Husain, haji, dan umrah? Dan kenapa setara dengan berhaji satu kali dan umrah, dan riwayat yang lain setara dengan tiga haji dan riwayat lainnya setara dengan sepuluh haji dan demikian juga sampai seribu haji dan seribu umrah?!

Pertanyaan kedua: Bagimana bisa diterima bahwa keutamaan menziarahi Abu Abdillah al-Husain as lebih banyak dari menziarahi rumah Allah? Dan apakah riwayat-riwayat semacam ini bukan berarti mengurangi manifestasi ziarah rumah Allah dan menyurutkan motivasi para peziarah serta mengurangi kebesaran dan keagungan haji?!

Sebab Perbedaan Riwayat dalam Menilai Ziarah Imam Husain as

Dalam menjelaskan perbedaan riwayat-riwayat penilaian keutamaan ziarah Abu Abdillah as dan menyejajarkannya dengan haji dan umrah, dapat diisyaratkan dengan dua alasan:

1- Perbedaan Kualitas Ziarah

Dapat kami katakan bahwa perbedaan riwayat mengacu pada perbedaan kualitas ziarah; dengan arti bahwa semakin banyak pengetahuan seorang peziarah dan lebih menjaga adab-adab ziarah dan semakin baik tujuannya, sudah pasti ziarah orang tersebut akan mendapat kualitas yang lebih baik dan memiliki nilai lebih. Dengan demikian, bisa jadi ziarah seorang peziarah setara dengan satu haji, ziarah peziarah lainnya setara dengan sepuluh haji, peziarah lain setara dengan seratus haji dan yang lainnya setara dengan seribu haji dan seterusnya sampai lebih dari seribu kali berhaji.

2- Tidak Menunjukkan Arti Bilangan

Dengan melihat teks-teks hadis yang tertera, maka dapat diketahui bahwa angka-angka dalam riwayat tersebut tidak menunjukkan arti bilangan[10], karena yang dimaksudkan adalah plural. Karenanya, dalam hadis-hadis tersebut, saat sang perawi terheran atas lebih baiknya ziarah Imam Husain dari haji, lantas sang Imam as menambahkan lagi bilangannya.

Dengan demikian, yang dimaksud dari semua riwayat-riwayat ini adalah keutamaan ziarah Imam Husain as lebih banyak dari keutamaan haji dan umrah. Alasan hal ini dalam menjawab pertanyaan kedua akan semakin jelas.

Penjelasan Riwayat-riwayat Lebih Utamanya Ziarah Imam Husain dari Haji

Sebelum menjelaskan riwayat-riwayat tersebut, maka perlu memperhatikan beberapa poin sebagai berikut:

Poin pertama: Pemerioritasan sedemikian rupa dalam riwayat-riwayat Ahlulbait as tidak dikhususkan pada ziarah Imam Husain as saja, bahkan banyak sekali ditemukan sebuah amal yang setara dengan seribu haji, bahkan lebih dari itu; semisalnya, menunaikan hajat orang-orang mukmin dianggap lebih baik dari seribu haji yang makbul[11], dan atau mengembalikan harta haram yang setara dengan tujuh puluh ribu haji.[12]

Demikian juga, banyak sekali ditemukan ganjaran sebuah amal setara dengan ganjaran seribu syahid; seperti mendamaikan istri dan suami[13], sabar atas musibah dan bencana[14], teguh mencintai Ahlulbait as pada masa gaib Imam Zaman as.[15]

Sebelum mengomentari riwayat-riwayat semacam ini, pertama-tama perlu dikaji pengeluaran riwayat-riwayat tersebut dari Ahlulbait as. Dan apabila terbukti dari mereka, dengan mempertimbangkan situasi dan kondisi pengeluaran hadis, maka akan dapat ditemukan hikmah ganjaran dan pahala-pahala yang dijanjikan; sebagaimana akan dijelaskan tentang pahala dan ganjaran menziarahi Imam Husain, hikmah lebih banyak ganjarannya dari haji dan umrah.

Poin kedua: Berdasarkan sebagian riwayat yang ada, menziarahi Ahlulbait Nabi lainnya setara (dalam keutamaan) dengan menziarahi Imam Husain as. Syaikh Shaduq meriwayatkan dari Imam Ash-Shadiq as, beliau berkata: "Barang siapa yang menziarahi salah seorang dari kami, maka ia seperti orang yang menziarahi al-Husain”.[16]

Riwayat ini dapat mengisyaratkan poin bahwa hikmah fadhilah ziarah Imam Husain as juga ada dalam ziarah para maksumin lainnya; meski perbedaan kondisi politik, sosial dan dampak dari keutamaan menziarahi mereka bisa jadi berbeda.

Poin ketiga: Sebagian hadis-hadis ini menjelaskan bahwa menziarahi Imam Ridha as setara dengan satu juta haji dan fadhilahnya melebihi ziarah Imam Husain as. Muhammad bin Abu Nashr al-Bazanthi mengatakan, aku membaca dalam sebuah tulisan dari Imam Ridha as: "Sampaikan kepada Syiahku, sesungguhnya menziarahiku di sisi Allah setara dengan seribu haji dan seribu umrah yang kesemuanya diterima. Ia berkata, hal ini aku sampaikan kepada Imam Jawad as, bagaimana menziarahi Imam Ridha as setara dengan seribu haji? Imam Jawad as mengatakan: Demi Allah! Dan setara dengan sejuta haji bagi orang yang menziarahinya dengan benar-benar mengenal haknya”.[17]

Hadis ini juga menjadi bukti lain bahwa hadis-hadis semacam ini tidak menunjukkan arti bilangan. Dan dalam hadis yang lain, Ali bin Mahziyar bertanya kepada Imam Jawad as: "Apakah keutamaan meziarahi Imam Ridha as lebih banyak ataukah menziarahi Imam Husain as? Beliau dalam menjawab mengatakan: Ziarah Ayahku lebih afdhal dan itu dikarenakan semua orang menziarahi Imam Husain as, namun tidak ada yang menziarahi ayahku kecuali orang-orang khusus Syiah saja”.[18]

Ini adalah poin dimana sudah diisyaratkan sebelumnya, yaitu kondisi politik, sosial dan budaya memiliki peran dalam penilaian keutamaan ziarah setiap dari Ahlulbait Nabi. Sekarang ini dengan memperhatikan pembahasan-pembahasan yang sudah dikemukakan, dalam menjelaskan riwayat-riwayat yang memaparkan keutamaan ziarah Abu Abdillah yang melebihi berhaji, perlu memperhatikan poin-poin berikut ini:

1- Topik Penilaian

Poin pertama adalah tidak dipungkiri masalah penilaian bukanlah dalam hadis-hadis yang membandingkan antara haji wajib (haji Allah) dan ziarah mustahab; namun perbandingan antara haji mustahab dan ziarah. Karenanya, dalam sebagian hadis yang menerangkan bahwa menziarahi Imam Husain as lebih baik dari haji, tidak dapat menggantikan haji Allah; namun bagi orang yang tidak memiliki kemampuan untuk berhaji, dapat menemukan pengganti melaksanakan haji.

Dengan demikian, maksud dari riwayat-riwayat yang menyebutkan menziarahi Imam as memiliki ganjaran dan pahala lebih utama dari haji adalah setelah melaksanakan haji wajib. Dalam kondisi dan situasi khusus, yang akan kami jelaskan, menziarahi beliau memiliki keutamaan lebih.

2- Memperhatikan Urusan-urusan Sosial sangat Menentukan

Poin kedua dalam memahami hadis yang sudah disebutkan adalah maksud dari hadis-hadis ini bukanlah mengurangi urgensi haji dengan arti sejatinya; karena jika haji tidak memiliki urgensi, maka tolok ukur untuk menaksir nilai-nilai lainnya akan tidak bermakna, sebagaimana hadis-hadis yang menaksir ganjaran mendamaikan suami istri atau bersabar atas segala musibah setara dengan seribu ganjaran syahid, ini bukan berarti menyingkirkan masyarakat dari jihad di jalan Allah, sehingga sebagai ganti dari jihad, mereka mendamaikan urusan-urusan masyarakat dan atau bersabar atas sejumlah musibah; namun tujuannya adalah menjelaskan pentingnya mencegah runtuhnya keluarga dan demikian juga mendorong untuk tetap teguh di hadapan segala kesukaran.

Untuk lebih jelas, dengan bertolak bahwa nilai dan urgensi haji dan syahid di jalan Allah, bagi seluruh umat muslim adalah hal yang gamblang nan jelas, para pemuka Islam, guna mengarahkan umat muslim pada nilai-nilai perbuatan yang memiliki peran fundamental dalam membangun masyarakat, menjadikan haji dan syahid sebagai tolok ukur dan memberikan kabar gembira kepada orang-orang yang melakukan urusan-urusan sosial di samping menjalankan tugas-tugas wajibnya, dimana Allah dengan keutamaan-Nya, memberikan ganjaran dan pahala yang tidak dapat dapat dibandingkan dengan ganjaran melaksanakan tugas-tugas wajib kepada mereka.

Dengan demikian, sebab pelipatgandaan pahala adalah dari satu sisi, tidak ada tolok ukur wajib di situ sehingga syariat mewajibkan untuk melaksanakannya dan dari sisi lain, pelaksanaannya untuk membagun masyarakat Islam yang baik adalah urgen, dan karenanya syariat dengan melipatgandakan pahala, mendorong dan mensuport masyarakat untuk melakukannya.

3- Memperhatikan Hakikat Haji

Poin terpenting dalam riwayat yang memperkenalkan ziarah Imam Husain as lebih baik dari haji adalah atensi umat muslim akan haji dan hakikatnya.

Ruh semua ibadah, dimana haji adalah paling komprehensif – aturan sistem yang berlandaskan tauhid dengan dipimpin seorang imam yang adil dalam masyarakat; karena hanya dalam naungan sistem ini saja nilai-nilai Ilahi akan dapat terealisasikan dan sebagaimana yang diriwayatkan dari Imam al-Ridha as, kepemimpinan seorang imam adil merupakan dasar kokoh Islam. "Sesungguhnya Imamah adalah akar Islam yang kokoh”.[19]

Dengan demikian, kepemimpinan seorang Imam adil, yang menjadi manifestasi kepemimpinan tauhid, merupakan esensi, ruh, dan hakikat haji dan haji sejati dilakukan dengan disertai dibawah naungan pemimpin seorang imam adil dan berlepas diri dari para pemimpin zalim, yang menjadi manifestasi kepemimpinan syirik dan taghut; karena seluruh haji adalah seruan labbaik akan keesaan Allah dan berlepas diri secara penuh dari syirik dan musyrik. Dengan demikian, sebuah haji, yang tidak bertalian dengan sistem tauhid dan imamah, bukanlah haji sejati; namun haji jahiliyah, sebagaimana yang telah diriwayatkan oleh Syaikh al-Kulaini, diriwayatkan dari salah seorang sahabat Imam Baqir as bernama Fudhail dimana beliau berkata, Imam Baqir melihat manusia sedang tawaf mengelilingi Kakbah, kemudian beliau berkata: "Demikian juga mereka tawaf pada masa Jahiliyah, sesungguhnya manusia diperintahkan untuk mengelilingi Kakbah dan kemudian mereka bergegas ke arah kami serta mengumumkan wilayah dan kecintaannya kepada kami dan mempersembahkan bantuannya kepada kami”.[20]

Dan dalam riwayat yang lain beliau berkata: "Sesungguhnya manusia diperintahkan untuk mendatangi batu ini, kemudian tawaf (mengelilinginya). Kemudian mereka mendatangi kami dan memberitahukan kecintannya kepada kami dan mempersembahkan bantuan mereka untuk kami”.[21]

Dan dalam riwayat lain beliau berkata: "Kesempurnaan haji adalah bertemu imam”.[22] Diriwayatkan juga dari Imam Shadiq as: "Apabila salah seorang dari kalian berhaji, maka akhirilah hajinya dengan menziarahi kami, karena itu termasuk penyempurna haji”.[23]

Riwayat-riwayat semacam ini dengan gamblang menjelaskan bahwa wilayah Ahlulbait as adalah ruh dan esensi haji dan haji dengan tanpa pertalian dengan pemimpin seorang imam adil dan berlepas dari para pemimpin musyrik penguasa masyarakat bukanlah haji sejati.

Sekarang dengan mempertimbangkan penjelasan-penjelasan yang sudah lewat dapat dimengerti tentang rahasia fadhilah-fadhilah agung yang diriwayatkan dari Ahlulbait untuk ziarah Abu Abdillah dan mengerti kenapa ziarah dengan mangenalnya (makrifah) lebih baik dari haji mustahab? Dan kenapa ziarah para imam maksum lainnya setara dengan ziarah Abu Abdillah as? Dan kenapa ziarah Imam Ridha as dalam kondisi sosial khusus yang hanya dikerjakan oleh orang-orang Syiah saja lebih utama dari ziarah Imam Husain as?

Sejatinya, semua riwayat ini ingin menghubungkan haji dengan hakikatnya dan mempersiapkan masyarakat muslim untuk membentuk sebuah pemerinthan yang berlandaskan nilai-nilai Tauhid dan merintis pembentukan sebuah pemerintahan dunia Islam dengan dipimpin oleh Imam Mahdi as.

Dengan kata lain, pesan politik semua riwayat-riwayat ini adalah menyiapkan pemerintahan Ahlulbait as. Pesan ini dapat ditemukan dari ziarah seluruh Ahlulbait yang disertai dengan makrifah. Meski dalam waktu tertentu, ziarah sebagian imam as bisa jadi dikarenakan pesan yang lebih membangun, memiliki keutamaan lebih; namun untuk membentuk pemerintahan agama, nampaknya tidak ada satupun ziarah yang lebih efektif seukuran ziarah Sayidus Syuhada. Karenanya menziarahi beliau sangat lebih ditegaskan dan dianjurkan melebihi imam-imam lainnya.

4- Pelembagaan Budaya Ziarah Imam Husain as

Tidak dipungkiri, ziarah Imam Husain as adalah sebuah simbol dan bukti keagungan ajaran Ahlulbait as. Pelembagaan budaya ini, khususnya dalam situasi politik saat itu memiliki problematika tersendiri dan termasuk dalam bab "Ganjaran perbuatan seukuran dengan kesukarannya[24]” dan "Paling utamanya amal adalah paling sukarnya”.[25] Orang yang memiliki peran lebih dalam pelembagaan budaya ini, sudah pasti akan mendapatkan ganjaran lebih.

Dengan demikian dapat dikatakan: kondisi politik dan sosial memiliki peran pelipatgandaan ganjaran ziarah, sebagaimana ziarah Imam Ridha as dengan melihat jarak Khurasan yang sangat jauh, dari Madinah dan Irak, disertai dengan afirmasi lebih pada masa keimamahan Imam Jawad as; karena ziarah Imam Husain as pada hari-hari itu berubah menjadi sebuah budaya; namun pembudayaan untuk ziarah Imam Ridha as juga membutuhkan gerakan baru. Karenanya, dalam kondisi lain, kita tidak dapat mengatakan bahwa ziarah Imam Ridha as lebih afdhal dari menziarahi datuknya, Imam Husain as.

Kesimpulan

Dari apa yang telah lewat dapat diketahui bahwa penyebutan fadhilah seperti berhaji dan umrah dan atau lebih dari itu tidak dikhususkan dengan ziarah Imam Husain as saja, dan untuk perbutan-perbuatan lainnya juga digambarkan keutamaan-keutamaan semisal ini, dan alasannya adalah bukan berarti tidak bernilainya haji, namun melakukan perbuatan-perbuatan mustahab pada waktu yang tepat. Selain itu, sejumlah alasan seperti memperhatikan urusan-urusan menentukan sosial, memperhatikan hakikat haji dan pelembagaan budaya ziarah Imam Husain as termasuk alasan-alasan dikeluarkannya riwayat-riwayat tersebut. [Mohammad Mohammadi Reyshahri]

Daftar Pustaka

1- A’lam al-Din fi Shifat al-Mukminin, Hasan bin Muhammad al-Dailami (M 711 HQ), Riset. Muassasah Al al-Bait as, Qom, Muassasah Al Al-Bait as.

2- Al-Amali, Muhammad bin Ali bin Babawaih Qummi (Syaikh Shaduq) (M 381 HQ).

3- Al-Da’awat, Quthubuddin Sa;id bin Abdullah al-Rawandi (M 573 HQ), Riset. Mu’assasah al-Imam al-Mahdi (af), Qom, Muassasah al-Imam al-Mahdi (af), 1, 1409 HQ.

4- Al-Kafi, Muhammad bin Ya’qub al-Kulaini al-Razi (M 329 HQ), Riset. Ali Akbar Ghaffari, Beirut, Dar Sha’ab dan Dar al-Ta’aruf, 4, 1401 HQ.

5- Bihar al-Anwar, Muhammad Bagir al-Majlisi, Beirut, mu’assasah al-Wafa, 1403 HQ.

6- Tahdzib al-Ahkam fi Syarh al-Muqni’ah, Muhammad bin Hasan Thusi (M 460 HQ), Beirut, Dar al-Ta’aruf, cet. 1, 1401 HQ.

7- Tsawab al-A’mal wa ‘Iqab al-A’mal, Muhammad bin Ali bin Babawaih Qummi, Riset. Ali Akbar Ghaffari, Tehran, Maktabah al-Shaduq.

8- ‘Uddat al-Da’i, Ahmad bin Fahd Hilli (M 481 HQ), Riset. Ahmad Muwahhidi Qummi, Qom, Vojdani, Bi Ta.

9- ‘Ilal al-Syara’i, Muhammad bin Ali bin Babawaih Qummi, Beirut, Dar Ihya’ al-Turats, cet. 1, 1408 HQ.

10- ‘Uyun Akbar al-Ridha as, Muhammad bin Ali bin Babawaih Qummi, Beirut, Mu’assasah al-A’lami lilmatbu’at, Bi Ta.

11- ‘Uyun al-Hikam wa al-Mawa’idz, Abul Hasan Litsi Wasithi, Riset. Husain Husaini Birjandi, Qom, Dar al-Hadits, 1376 HS.

12- Fadhl Ziarat al-Husain, Muhammad bin Ali bin Hasan Alawi Syajari (M 445 HQ), Riset. Sayyid Ahmad Husaini, Qom, Maktabah Ayatullah Mar’asyi Najafi, Bi Ta.

13- Kamil al-Ziarat, Ja’far bin Muhammad bin Qulawaih Qummi (M 368 HQ), Riset. Jawab Qayyumi, Qom, muassasah al-Nasyr al-Islami, cet. 1, 1417 HQ.

14- Kitab Man La Yahdhuruhul Faqih, Muhamamd bin Ali bin Babawaih Qummi, Riset. Ali Akbar Ghaffari, Qom, muasasash al-Nasyr al-Islami, cet. 2.



Catatan Kaki

[1] - Kamil al-Ziarat, hlm. 298, hadis 495; Bihar al-Anwar, jld. 101, hlm. 39, hadis 59.

[2] - Kamil al-Ziarat, hlm. 296, hadis 495; Bihar al-Anwar, jld. 101, hlm. 32, hadis 26.

[3] - Tsawab al-A’mal, hlm. 112, hadis 10; Kamil al-Ziarat, hlm. 291, hadis, 473, dan hlm. 292, hadis 477.

[4] - Kamil al-Ziarat, hlm. 300, hadis 500 dan hadis 499.

[5] - Fadhl Ziarah al-Husein as, hlm. 43, hadis. 17.

[6] - Kamil al-Ziarat, hlm. 267, hadis 413.

[7] - Al-Kafi, jld. 4, hlm. 580.

[8] - Ibid., jld. 4, hlm. 581, hadis 4.

[9] - Kamil al-Ziarat, hlm. 320, hadis 544 dan hlm. 343, hadis 580.

[10] - Yakni maksud dari setiap dari angka ini bukanlah peniadaan bilangan, yang memiliki perbedaan dengan angka ini.

[11] - Imam Shadiq (As) berkata, "Menunaikan hajat seorang mukmin lebih afdhal dari serib haji yang diterima dengan manasiknya, dan membebaskan seribu budak karena Allah”. (Al-Amali, Shaduq, hlm. 308, hadis 353)

[12] - Rasulullah (Saw) bersabda, "Menolak satu daniq (seperempat) dirham haram disisi Allah setara dengan tujupuluh ribu haji mabrur”. (‘Uddat al-Da’i, hlm. 129; al-Da’awat, hlm. 25, hadis 36; Bihar al-Anwar, jld. 101, hlm. 296, hadis 16)

[13] - "Barang siapa yang melangkah dalam mendamaikan wanita dan suaminya, maka Allah akan memberinya ganjaran seribu syahid yang benar-benar terbunuh di jalan Allah”. (Tsawab al-A’mal, hlm. 341, hadis, 1; A’lam al-Din, hlm. 421)

[14] - Imam Shadiq berkata, "Setiap mukmin yang tertimpa bencana dan bersabar atasnya, maka baginya ganjaran seribu syahid”. (Al-Kafi, jld. 2, hlm. 92, hadis. 17)

[15] - Imam Ali Zainal Abidin berkata, "Barang siapa yang kokoh dengan wilayah kami pada masa kegaiban al-Qaim kami, maka Allah akan mengganjarnya seribu ganjaran syahid para syuhada Badar dan Uhud”. (Kamaluddin, hlm. 323, hadis. 7)

[16] - Tsawab al-A’mal, hlm. 123, hadis. 3.

[17] - Tahdzib al-Ahkam, jld. 6, hlm. 85, hadis 168; kitab Man La Yahdhuruhul Faqih, jld. 2, hlm. 582, hadis 3182.

[18] - Al-Kafi, jld. 4, hlm. 584, hadis 1.

[19] - Ibid., jld. 1, hlm. 200, hadis 1.

[20] - Ibid., hlm. 392, hadis 1.

[21] - ‘Ilal al-Syara’i, hlm. 459, hadis 4; Uyun Akhbar al-Ridha as, jld. 2, hlm. 262, hadis 30.

[22] - Al-Kafi, jld. 4, hlm. 549, hadis 2.

[23] - ‘Ilal al-Syara’i, hlm. 459.

[24] - ‘Uyun al-HIkam wal al-Mawaidz, hlm. 218.

[25] - Bihar al-Anwar, jld. 70, hlm. 191.


komentar Pemirsa
Nama:
Email:
* Pendapat: