bayyinaat

Published time: 01 ,October ,2017      09:24:07
Haidar Sutiawan
Salah satu kelalaian dari majelis-majelis yang pernah penulis ikuti adalah kadang majelis duka tersebut hanya sekedar menggelar acara tangisan tragedi naas yang menimpa keluarga Nabi.
Berita ID: 77

Peristiwa 10 Muharram atau yang lebih dikenal dengan tragedi Karbala adalah sebuah peristiwa yang sangat besar dan penting bagi umat manusia, khususnya bagi para pecinta Ahlulbait as. yang mana dalam tragedi ini Imam Husein as bangkit untuk melawan penguasa pada waktu itu, Yazid bin Muawiyah, yang merampas hak, berbuat kedzaliman, menghalalkan yang haram, mengharamkan yang halal, dan hendak membelotkan agama Islam yang dibawa oleh Rasulullah saw menjadi sebuah agama yang sesuai dengan hawa nafsu dirinya.

Masyarakat muslim dari dulu menggelar acara untuk mengenang, meratapi serta menangisi tragedi Karbala. Para Imam Ahlulbait as pun menasihati para pengikutnya untuk senantiasa menyelenggarakan majelis duka untuk memperingati hari kesyahidan Imam Husein as.[1] Namun sejauh yang penulis tinjau majelis-majelis duka ini seperti majelis yang lainnya, kadang lalai untuk mengungkap dan menyampaikan hakikat kebangkitan Imam Husein as. Salah satu kelalaian dari majelis-majelis yang pernah penulis ikuti adalah kadang majelis duka tersebut hanya sekedar menggelar acara tangisan tragedi naas yang menimpa keluarga Nabi (walaupun ini hal baik) namun (porsinya) masih kurang dalam menjelaskan nilai-nilai dan hakikat yang bisa didapatkan dari peristiwa sepuluh Muharram ini.

Salah satu yang benar-benar harus sudah jelas diungkap adalah tujuan dari kebangkitan Imam Husein as ini. Ketika sudah jelas bagi kita dan kita paham akan hal ini seyogianya kita bisa menjadikan tujuan-tujuan tersebut sebagai suri teladan dan pedoman dalam kehidupan kita serta asas kita untuk menyelenggarakan majelis-majelis Asyura. Maka dari itu artikel ini hadir dalam rangka menggali tujuan-tujuan Imam Husein as dalam tragedi sepuluh Muharram ini yang mengantarkan beliau, keluarga, dan sahabat beliau pada puncak kesyahidan.

Keadaan Muslimin di Zaman Imam Husein as

Dalam memahami dan mencari tahu tujuan dari kebangkian Imam Husein as, terlebih dahulu penulis akan menjelaskan secara ringkas bagaimana keadaan kaum muslimin pada zaman beliau. Pada zaman Imam Husein as, Islam telah melewati masa-masa sulit. Telah terjadi kemenangan-kemenangan atas nama Islam. Harta-harta rampasan perang pun begitu banyak. Wilayah negara Islam bertambah luas. Musuh-musuh di luar sana telah tunduk sehingga ghanaim[2] yang begitu banyak menumpuk di negara Islam. Sebagian dari kaum muslimin menjadi kaya raya dan sebagiannya lagi berada dalam singgasana kemuliaan. Kemuliaan yang lain telah hancur dan kemuliaan yang baru terbentuk dalam negara Islam.[3]

Tentang pernyataan di atas Rahbar Sayid Ali Khamenei menuliskan bahwa ditemukan orang-orang yang ketika hendak menikah, mereka memberikan mahar sebanyak satu juta dinar, satu juta mitsqal emas dan meninggalkan sunah Nabi saw dan Amirul Mukminin yang memberikan mahar sebanyak 480 dinar. Ini hanya terjadi pada salah satu dari anak-anak sahabat besar Nabi seperti Mus’ab bin Zubair.[4]

Selain itu Rahbar juga menceritakan bahwa hal ini dimulai dari setelah wafatnya Nabi Muhammad saw. Mereka yang telah mendampingi dan bersama Nabi saw dalam berbagai peperangan maka mereka mendapatkan keutamaan lebih dan mereka juga mendapatkan harta yang lebih banyak dari Baitul Mal dan merupakan sebuah cela jika hak mereka disamakan dengan masyarakat yang lain.[5]

Hal ini juga berlangsung dan bertambah kuat di zaman khalifah Utsman bin Affan. Sahabat seperti Thalhah, Zubair, Saad bin Abi Waqash, dan yang lain-lainnya adalah mereka yang menjadi sahabat yang kaya raya. Sehingga dicatat oleh sejarah ketika salah satu dari mereka mati dan meninggalkan emas, kala pembagian harta warisan, pertama emas-emas tersebut dijadikan kepingan logam dan setelah itu dipotong dengan kapak sehingga bisa dibagikan kepada pewarisnya. Lihatlah begitu banyak mereka mempunyai emas sehingga untuk memotongnya pun harus menggunakan kapak. Kita bisa melihatnya dalam sejarah islam.[6]

Kita bisa mengatakan bahwa hal ini adalah salah satu faktor internal kehancuran Islam. Yakni ditemukannya pribadi-paribadi masyarakat yang sedikit demi sedikit terserang oleh penyakit akhlaq, cinta dunia, dan cinta syahwat. Ayatullah Makarim menulis bahwa setelah wafatnya Nabi saw, kaum muslimin sedikit demi sedikit tergelincir dari jalan yang telah dibawa oleh Rasulullah saw dan mereka kembali pada keadaan zaman jahilliyah yakni zaman ketika Nabi saw belum diutus untuk menyempurnakan akal mereka.[7]

Pertanyaannya sekarang adalah dalam keadaan seperti ini, apakah akan ditemukan orang-orang yang berniat untuk menentang penguasa di zaman itu yakni Yazid bin Muawiyah? Adakah yang terlintas untuk memerangi kedzaliman dan keburukannya dalam menjalankan pemerintahan?! Dalam keadaan seperti ini Kebangkitan Husaini muncul dan selain memerangi musuh-musuh di luar Islam juga musuh-musuh di dalam Islam.[8] Padahal sejarah mencatat bahwa Yazid adalah orang fasiq, peminum minuman keras, membunuh orang yang tak bersalah, dan yang secara terang-terangan berbuat kefasiqan.[9] Namun sejarah mencatat juga sebelum Imam Husein as tidak ada yang bangkit untuk menentangnya.

Mengenal Tujuan Kebangkitan Imam Husein as

Rahbar Sayid Ali Khamenei menulis dalam buku Insan-e Dewist-u Panjoh Soleh bahwa sebelumnya Allah swt telah melihat bahaya-bahaya yang akan menimpa agama Islam sehingga Dia mengirim agama Islam ini dengan pendamping-pendamping yang bisa menjaganya. Seperti Allah swt memberikan penangkal dalam sebuah badan sehat di dalamnya atau misalnya sebuah mobil yang selalu terdapat perkakas mesin di dalamnya. Allah swt mengirim penjaga-penjaga ini untuk agama Islam.[10] Imam Husein as adalah salah satu penjaga agama Islam menggantikan saudara, ayah, dan kakeknya.

Kalau ada yang mengatakan bahwa tujuan kebangkitan Imam Husein as adalah pemerintahan dan kesyahidan, sesungguhnya mereka telah mencampur adukkan antara tujuan dan hasil. Akan tetapi bukan itu tujuan Imam. Beliau mempunyai tujuan lain namun untuk sampai pada tujuan lain tersebut diperlukan gerakan-gerakan yang mana hasilnya adalah salah satu dari keduanya yaitu kesyahidan atau pemerintahan. Akan tetapi sebenarnya, Imam mempunyai kesiapan akan keduanya baik itu untuk pemerintahan maupun kesyahidan. Namun (harus diingat) bahwa kesyahidan dan pemerintahan adalah hasil bukan tujuan. Tujuan Imam bukan kedua ini namun yang lain.[11]

Bisa disimpulkan bahwa tujuan Imam Husein as adalah untuk menjalankan tugas wajib agung yaitu memperbaharui dasar pemerintahan dan masyarakat Islam atau bangkit untuk melawan pembelotan besar dalam masyarakat muslim.[12]

Kalau ingin secara ringkas disebutkan apa tujuan Imam Husein as yaitu tujuan beliau adalah menjalankan sebuah kewajiban dari kewajiban-kewajiban agama Islam yang mana kewajiban ini belum pernah seorang pun melakasanakannya sebelum Imam Husein as, baik itu Nabi saw (karena keadaan di zaman Nabi saw berbeda dengan keadaan Imam Husein as).[13] Penjelasan lebih lanjut adalah bukan berarti Nabi saw, Amirul Mukminin dan Imam Hasan Mujtaba as tidak mampu melakukan gerakan seperti Imam Husein as. Hanya saja sebab-sebabnya tidak terjadi di zaman mereka.[14] Misalnya saja pada zaman Imam Hasan Mujtaba as, walaupun di saat Muawiyah menjadi penguasa pada waktu itu telah muncul benih-benih pembelotan agama Islam, namun tidak sampai pada titik pada zaman Imam Husein as[15] yaitu di saat Yazid berkuasa.

Perbincangan Imam Husein as dengan Walid

Setelah beredar kabar kematian Muawiyah, Walid yang ketika itu adalah hakim di Madinah mengundang Imam Husein as dan berkata, "Muawiyah telah mati dan kamu harus membaiat Yazid.” Imam Husein as berkata kepadanya, "Kita lihat siapa yang harus menjadi Khalifah. Apakah kami (Ahlulbait as) atau Yazid?!” bahkan menurut sumber yang lain dikatakan bahwa Marwan berkata pada Walid, kalau seandainya Husein menolak untuk membaiat maka malam itu juga Husein harus dibunuh karena ia pikir seandainya Husein diberi kesempatan, maka ia akan mengajak dan menyeru kaum muslimin untuk berada dipihaknya.[16]

Esok harinya Marwan melihat Imam Husein as di sebuah sudut kota dan berkata, "Ya Aba Abdillah! Engkau membahayakan dirimu sendiri. Kenapa kau tidak membaiat khalifah? Berikanlah baitmu. Janganlah engkau membahayakan nyawamu sendiri. Jangan sampai engkau menyulitkan diri sendiri!”

قال : ان لله و ان الیه راجعون و علی الاسلام السلام اذ قد بلیت الامة براع مثل یزید.

"Maka kita harus berucap selamat tinggal kepada agama Islam. Ketika orang seperti Yazid menjadi pemimpin (negara Islam).”[17] Bukan hanya terbatas pada Yazid saja namun pada pribadi-pribadi seperti Yazid[18] yang mana apabila mendapatkan pemerintahan Islam, maka Islam asli akan segera lenyap. Ini merupakan bahaya yang serius yang telah diisyaratkan oleh Imam Husein as bagi agama Islam yang asli.

Dari perbincangan di sini, penulis mendapatkan pesan yang amat penting dalam menguraikan pribadi orang seperti Yazid bahwa dia sangat tidak layak untuk memimpin umat Islam. Imam Husein as mengatakan bahwa kalau seandainya Yazid menjadi khalifah maka kita harus mengucapkan selamat tinggal pada agama Islam. Dalam melukiskan Yazid, sejarah mengatakan bahwa dia adalah seorang pemabuk alkohol dan yang bermain dengan monyet dan anjing.[19]

Mancari Tahu Tujuan Imam Husein as dari Perbincangan Imam dengan Muhammad bin Hanafiyyah

Terjadi perbincangan antara Imam Husein as dan Muhamad bin Hanafiyyah ketika beliau hendak pergi dari Mekah. Beliau menuliskan wasiat dan memberikannya kepada Muhammad bin Hanafiyyah. Dalam surat tersebut tertulis,

و انما خرجت لطلب الاصلاح فی امت جدی[20]

"Sesungguhnya aku pergi untuk (Islah) memperbaiki umat kakekku.”

Salah Satu Tujuan Imam Husein as adalah Islah

Yang pertama yang harus dipahami adalah tujuan Imam Husein as mengadakan pergerakan adalah untuk memperbaiki umat Nabi Muhammad saw; untuk mengembalikan ajaran Islam pada ajaran Islam yang dibawa Rasulullah saw dan tidak harus sampai mendapatkan kekuasaan; serta tidak juga harus sampai pada kesyahidan. Namun perbaikan ini bukan perbaikan yang sederhana, yang mana satu waktu ketika ia sampai pada kekuasaan maka ia harus memerintah dan apabila tidak sampai pada kekuasaan maka hasilnya adalah kesyahidan. Selain itu juga bahwa dengan memperhatikan keadaan masyarakat yang seperti dikatakan di atas, Islah akan sangat sulit sekali. Sampai-sampai Ayatullah Makarim mengatakan bahwa kalau seandainya tidak ada kebangkitan Imam Husein as untuk islah dan memperbaiki umat maka yakinlah bahwa Islam tidak akan ada di hari ini dan walaupun ada tidak layak untuk diikuti.[21] Memang benar di jalan ini Imam sampai pada kesyahidan namun beliau berhasil menggetarkan hati masyarakat untuk tidak diam saja dipimpin oleh penguasa dzalim dan hal ini mendekatkan pada tujuan Imam.

Amar makruf dan nahi munkar adalah Tujuan Imam Husein as

Setelah itu Imam berkata, "Aku ingin melaksanakan amar makruf dan nahi munkar serta mengamalkan sunah kakekku.”[22]

Imam Ali as dalam Nahjul Balaghah mengatakan bahwa ketahuilah bahwasanya jika amar makruf dan nahi munkar dibandingkan dengan seluruh perbuatan baik dan meskipun itu jihad fi sabilillah maka seperti lautan yang tak bertepi dengan setetes air.[23]

Apabila kita perhatikan dari hadis di atas bahwa begitu sangat pentingnya amar makruf dan nahi munkar ini. Karena kalau seandianya tidak ada amar makruf dan nahi munkar maka tidak ada lagi kewajiban-kewajiban agama. Untuk lebih jelasnya silahkan perhatikan permisalan di bawah ini.

Asumsikan bahwa kita mempunyai sepetak sawah. Supaya sawah kita bagus dan baik maka harus kita alirkan air dengan teratur dan sesuai kebutuhan karena kalau tidak maka sawah akan kekeringan dan rusak. Yang kedua adalah menyingkirkan hama-hama baik itu binatang maupun tumbuhan.

Amar makruf itu mempunyai hukum mengairi agama dan nahi munkar mempunyai hukum menjaga agama dari hama-hama yang ada. Kalau seandainya hal ini tidak dilakukan maka kita tahu sendiri hasilnya bahwa eksistensi agama akan musnah dan lenyap.[24] Maka dari itu amar makruf dan nahi munkar itu sangatlah penting.

Imam Husein as hidup dalam keadaan dimana kemungkaran tersebar di penjuru dunia dan amar makruf dilupakan sama sekali. Maka beliau bangkit untuk mengajak dan mengingatkan umat manusia. Di sepuluh Muharram, akhirnya darah beliau mampu mengairi ladang Islam dan serta mencabut hama-hama yang ada di sekitar Islam.

Kesimpulan

Dari pembahasan di atas dapat diketahui bahwa tujuan dari kebangkitan Imam Husein as adalah untuk islah(perbaikan) dan amar makruf dan nahi munkar. Penulis tidak akan berpanjang lebar lagi untuk menjelaskan keduanya, hanya saja penulis berharap bahwa tujuan-tujuan Imam Husein as ini harus disampaikan dalam majelis-majelis Asyura. Karena kalau tidak bagaimana bisa kita sampai pada Kebangkitan Husaini. Sudah dipastikan bahwa di zaman sekarang juga agama Islam membutuhkan islah dan pengairan amar makruf dan nahi munkar. Kalau seandainya dua hal ini dilupakan, maka Islam akan hancur lebur oleh budaya-budaya yang bertentangan dengan agama yang hadir di masa kini.

Daftar Pustaka:

· Jafariyan, Rasul, Taamuli Dar Nehdzhate Asyura, Intisharat-e Anshariyan, Qum, Iran, 2003.

· Komite Farhangi, Insan-e 250 Soleh, Intisharat-e Muaseseh-ye Iman-e Jihadi, Iran, 1395 (Tahun Persia).

· Aliyan Nezad, Abul Qasim, Qiyam-e Husaini, Intisharat-e Imam Ali bin Abi Thalib, Iran, 1394 (Tahun Persia)

· Muthahari, Murtadha, Tahlil-e Waqiyeh-ya Asyura, Intisharat-e Shadra, Iran, 1393.



[1] Tahlil Woq’e-ye Asyura, hal 100.

[2] Harta rampasan perang

[3] Insan-e 250 Soleh, hal 168.

[4] ibid

[5] ibid

[6] Insan-e 250 Soleh, hal 169.

[7] Qiyam-e Husaini, hal 29.

[8] Insan-e 250 Soleh, hal 169.

[9] Taamuli dar Nehdhzat-e Asyura, hal 163.

[10] Insan-e 250 Soleh, hal 150.

[11] Insan-e 250 Soleh, hal 172.

[12] Insan-e 250 Soleh, hal 180.

[13] Insan-e 250 Soleh, hal 172.

[14] Insan-e 250 Soleh, hal 176.

[15] ibid

[16] Dikutip dari al-Futuh , jild 5, hal 11 dari Taamuli dar Nehdhzat-e Asyura, hal 163.

[17] Biharul Anwar, jild 44, hal 325 dan 326 dikutip dari Insan-e 250 Soleh, hal 181.

[18] Insan-e 250 Soleh, hal 181.

[19] Qiyam-e Husaini, hal 31.

[20] Insan-e 250 Soleh, hal 181.

[21] Qiyam-e Husaini, hal 32.

[22] Biharul Anwar, jild 44, hal 329 dikutip dari Insan-e 250 Soleh, hal 182.

[23] Dikutip dari Nahjul Balaghah, kalimat-kalimat pendek, 374 dari Qiyam-e Husainmi, hal 39.

[24] Qiyam-e Husaini, hal 39.

komentar Pemirsa
Nama:
Email:
* Pendapat: